Tantangan dan Peluang AI untuk Masyarakat Adat

Foto: Saraí Carrasco di Unsplash.
Kecerdasan Buatan (AI) adalah salah satu perangkat teknologi digital yang paling dibanggakan karena potensinya dalam mendukung pekerjaan. Namun, kita harus berhati-hati dalam memanfaatkan potensi AI, terutama dengan mempertimbangkan implikasi etis dan risikonya bagi kelompok-kelompok rentan. Lantas, apa saja peluang dan tantangan AI untuk Masyarakat Adat?
Tantangan Etis
AI memang dapat meniru keterampilan manusia dalam pemecahan masalah, interaksi linguistik, dan fungsi kognitif lainnya. Banyak orang yang telah memanfaatkan AI untuk memudahkan tugas dan meningkatkan kinerja, mulai dari tugas-tugas administratif sederhana hingga yang yang spesifik seperti manajemen bencana. Pendeknya, potensi AI seolah tak terbatas.
Namun, kelebihan AI bukannya tanpa masalah. Di luar semua ingar-bingar tentang apa yang dapat dan akan dilakukan oleh alat ini, kita juga harus mempertimbangkan implikasi etisnya. Lebih spesifik lagi, kita harus mengatasi bagaimana AI dapat memengaruhi kelompok minoritas dan rentan, yang suaranya seringkali terpinggirkan dalam masyarakat.
Misalnya, penggunaan AI untuk Masyarakat Adat menimbulkan pertanyaan tentang hak dan privasi. Perangkat AI seringkali beroperasi berdasarkan prinsip ‘berbagi data terbuka’, di mana perangkat tersebut dilatih menggunakan data yang ada untuk menghasilkan hasil tertentu. Hal ini menimbulkan risiko terhadap hak Masyarakat Adat untuk memiliki, mengendalikan, mendapatkan manfaat, dan melindungi data mereka. Hal ini khususnya relevan dengan latar belakang penghapusan dan apropriasi bahasa dan budaya Masyarakat Adat.
Prinsip data terbuka ini juga berisiko menciptakan ketimpangan dalam perangkat digital. Penelitian memperingatkan bagaimana AI dapat melanggengkan misrepresentasi suara dan pengetahuan Masyarakat Adat. Data yang digunakan untuk melatih AI mungkin mengandung bias dan persepsi palsu tentang Masyarakat Adat yang seringkali berakar pada sejarah kolonial. Jika dibiarkan, representasi yang salah kaprah ini dapat membahayakan, terutama ketika digunakan dalam sektor-sektor penting seperti layanan kesehatan dan penegakan hukum.
Studi oleh Krakouer dkk. dan Wilson dkk. menemukan bahwa sistem AI yang digunakan dalam layanan perlindungan anak di Australia dan Selandia Baru cenderung merujuk anak-anak Masyarakat Adat ke layanan ini lebih sering daripada yang seharusnya. Dalam kasus-kasus yang salah seperti itu, mencari akuntabilitas bisa jadi sulit, karena kerangka kerja terkait AI sebagian besar masih belum jelas.
Lebih lanjut, Masyarakat Adat juga terus menghadapi hambatan dalam mengakses teknologi baru, yang semakin mengucilkan partisipasi mereka. Besarnya energi dan sumber daya yang digunakan oleh pusat data AI dan infrastruktur lainnya juga meningkatkan tekanan pada lingkungan tempat mereka bergantung dan memiliki ikatan yang kuat.
Peluang bagi Budaya dan Lingkungan
Namun, ada pula peluang dalam pemanfaatan AI untuk Masyarakat Adat, yang semakin memperkuat alasan untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas. Ketika dikembangkan secara etis dengan melibatkan Masyarakat Adat itu sendiri, AI ini dapat meningkatkan pelestarian budaya dan lingkungan.
Misalnya, Michael Running Wolf memanfaatkan perangkat AI untuk menghidupkan kembali bahasa-bahasa yang hilang di Amerika Serikat. Running Wolf, seorang penduduk asli Amerika yang tumbuh besar dengan menggunakan bahasa-bahasa adat yang jarang ia temukan sekarang, bertekad menciptakan sumber daya oleh dan untuk komunitas adat guna mendukung pelestarian budaya dan memperkuat peran mereka dalam perkembangan teknologi ini.
Para peneliti juga telah mengeksplorasi potensi AI dalam mendukung restorasi lingkungan di wilayah-wilayah adat. Benner dkk. menemukan bahwa penggunaan program pembelajaran mesin untuk menggabungkan data survei lapangan dan arkeologi dapat membantu mengidentifikasi tumbuhan yang relevan secara budaya bagi Suku Asli Heiltsuk di British Columbia, yang dapat mendukung upaya konservasi di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, citra satelit telah digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas penebangan liar dan penambangan emas yang merambah wilayah adat di Amazon. Dengan keterlibatan aktif dan peran serta masyarakat adat, perangkat ini menawarkan dukungan berharga dalam pelestarian lingkungan dan budaya, serta kesejahteraan sosial dan ekonomi.
AI untuk Masyarakat Adat
Maraknya AI dalam kehidupan kita menuntut pengelolaan dan batasan yang lebih baik. Mendukung pemanfaatan AI yang bermakna untuk Masyarakat Adat berarti berfokus pada inklusi mereka dalam pengembangan, tata kelola, dan penerapan AI, sebagaimana diakui oleh Forum Permanen PBB tentang Isu-isu Masyarakat Adat pada tahun 2025. Pemerintah dan perusahaan teknologi bertanggung jawab untuk menegakkan poin ini seraya menciptakan regulasi dan mengembangkan masa depan teknologi.
Pada akhirnya, di luar semua pembahasan tentang teknologi ini, yang harus kita prioritaskan adalah pengakuan dan penghormatan terhadap cara hidup Masyarakat Adat, terutama dalam hal menghormati alam sebagai sumber kehidupan. Memperkuat perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat, mengakui hak dan suara mereka dalam pengambilan keputusan, dan terus mendukung mereka sangat penting untuk upaya ini.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Berlangganan GNA Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.