Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Tantangan dan Peluang AI untuk Masyarakat Adat

Di tengah masifnya kecerdasan buatan (AI), bagaimana memastikan AI untuk Masyarakat Adat dimanfaatkan secara aman dan efektif?
Oleh Kresentia Madina
12 Agustus 2025
dua perempuan mengenakan pakaian tradisional Peru duduk di dekat dinding batu

Foto: Saraí Carrasco di Unsplash.

Kecerdasan Buatan (AI) adalah salah satu perangkat teknologi digital yang paling dibanggakan karena potensinya dalam mendukung pekerjaan. Namun, kita harus berhati-hati dalam memanfaatkan potensi AI, terutama dengan mempertimbangkan implikasi etis dan risikonya bagi kelompok-kelompok rentan. Lantas, apa saja peluang dan tantangan AI untuk Masyarakat Adat?

Tantangan Etis

AI memang dapat meniru keterampilan manusia dalam pemecahan masalah, interaksi linguistik, dan fungsi kognitif lainnya. Banyak orang yang telah memanfaatkan AI untuk memudahkan tugas dan meningkatkan kinerja, mulai dari tugas-tugas administratif sederhana hingga yang yang spesifik seperti manajemen bencana. Pendeknya, potensi AI seolah tak terbatas.

Namun, kelebihan AI bukannya tanpa masalah. Di luar semua ingar-bingar tentang apa yang dapat dan akan dilakukan oleh alat ini, kita juga harus mempertimbangkan implikasi etisnya. Lebih spesifik lagi, kita harus mengatasi bagaimana AI dapat memengaruhi kelompok minoritas dan rentan, yang suaranya seringkali terpinggirkan dalam masyarakat.

Misalnya, penggunaan AI untuk Masyarakat Adat menimbulkan pertanyaan tentang hak dan privasi. Perangkat AI seringkali beroperasi berdasarkan prinsip ‘berbagi data terbuka’, di mana perangkat tersebut dilatih menggunakan data yang ada untuk menghasilkan hasil tertentu. Hal ini menimbulkan risiko terhadap hak Masyarakat Adat untuk memiliki, mengendalikan, mendapatkan manfaat, dan melindungi data mereka. Hal ini khususnya relevan dengan latar belakang penghapusan dan apropriasi bahasa dan budaya Masyarakat Adat.

Prinsip data terbuka ini juga berisiko menciptakan ketimpangan dalam perangkat digital. Penelitian memperingatkan bagaimana AI dapat melanggengkan misrepresentasi suara dan pengetahuan Masyarakat Adat. Data yang digunakan untuk melatih AI mungkin mengandung bias dan persepsi palsu tentang Masyarakat Adat yang seringkali berakar pada sejarah kolonial. Jika dibiarkan, representasi yang salah kaprah ini dapat membahayakan, terutama ketika digunakan dalam sektor-sektor penting seperti layanan kesehatan dan penegakan hukum.

Studi oleh Krakouer dkk. dan Wilson dkk. menemukan bahwa sistem AI yang digunakan dalam layanan perlindungan anak di Australia dan Selandia Baru cenderung merujuk anak-anak Masyarakat Adat ke layanan ini lebih sering daripada yang seharusnya. Dalam kasus-kasus yang salah seperti itu, mencari akuntabilitas bisa jadi sulit, karena kerangka kerja terkait AI sebagian besar masih belum jelas.

Lebih lanjut, Masyarakat Adat juga terus menghadapi hambatan dalam mengakses teknologi baru, yang semakin mengucilkan partisipasi mereka. Besarnya energi dan sumber daya yang digunakan oleh pusat data AI dan infrastruktur lainnya juga meningkatkan tekanan pada lingkungan tempat mereka bergantung dan memiliki ikatan yang kuat.

Peluang bagi Budaya dan Lingkungan

Namun, ada pula peluang dalam pemanfaatan AI untuk Masyarakat Adat, yang semakin memperkuat alasan untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas. Ketika dikembangkan secara etis dengan melibatkan Masyarakat Adat itu sendiri, AI ini dapat meningkatkan pelestarian budaya dan lingkungan.

Misalnya, Michael Running Wolf memanfaatkan perangkat AI untuk menghidupkan kembali bahasa-bahasa yang hilang di Amerika Serikat. Running Wolf, seorang penduduk asli Amerika yang tumbuh besar dengan menggunakan bahasa-bahasa adat yang jarang ia temukan sekarang, bertekad menciptakan sumber daya oleh dan untuk komunitas adat guna mendukung pelestarian budaya dan memperkuat peran mereka dalam perkembangan teknologi ini.

Para peneliti juga telah mengeksplorasi potensi AI dalam mendukung restorasi lingkungan di wilayah-wilayah adat. Benner dkk. menemukan bahwa penggunaan program pembelajaran mesin untuk menggabungkan data survei lapangan dan arkeologi dapat membantu mengidentifikasi tumbuhan yang relevan secara budaya bagi Suku Asli Heiltsuk di British Columbia, yang dapat mendukung upaya konservasi di wilayah tersebut.

Lebih lanjut, citra satelit telah digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas penebangan liar dan penambangan emas yang merambah wilayah adat di Amazon. Dengan keterlibatan aktif dan peran serta masyarakat adat, perangkat ini menawarkan dukungan berharga dalam pelestarian lingkungan dan budaya, serta kesejahteraan sosial dan ekonomi.

AI untuk Masyarakat Adat

Maraknya AI dalam kehidupan kita menuntut pengelolaan dan batasan yang lebih baik. Mendukung pemanfaatan AI yang bermakna untuk Masyarakat Adat berarti berfokus pada inklusi mereka dalam pengembangan, tata kelola, dan penerapan AI, sebagaimana diakui oleh Forum Permanen PBB tentang Isu-isu Masyarakat Adat pada tahun 2025. Pemerintah dan perusahaan teknologi bertanggung jawab untuk menegakkan poin ini seraya menciptakan regulasi dan mengembangkan masa depan teknologi.

Pada akhirnya, di luar semua pembahasan tentang teknologi ini, yang harus kita prioritaskan adalah pengakuan dan penghormatan terhadap cara hidup Masyarakat Adat, terutama dalam hal menghormati alam sebagai sumber kehidupan. Memperkuat perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat, mengakui hak dan suara mereka dalam pengambilan keputusan, dan terus mendukung mereka sangat penting untuk upaya ini.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Kresentia Madina
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Bagaimana Laut Kaspia Menyusut Akibat Tekanan Perubahan Iklim
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Menghentikan Penurunan Populasi Lebah Dunia
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Menilik Risiko Iklim di Australia

Continue Reading

Sebelumnya: Mengulik Tantangan Pembiayaan Hijau untuk UMKM di Indonesia
Berikutnya: Neokolonialisme Terselubung dalam Kemasan “Sustainable Tourism” di Danau Toba

Lihat Konten GNA Lainnya

tangan memutari bibit tanaman Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan

Oleh Polykarp Ulin Agan
20 Oktober 2025
Seseorang memberikan paper bag kepada orang lain Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan

Oleh Kun Tian
20 Oktober 2025
bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia