ASEAN Youth Conference 2024: Mengantarkan Suara Pemuda ke Tingkat Pengambilan Keputusan
Dunia sedang berjibaku dengan berbagai krisis secara bersamaan, dan beberapa di antaranya melebur sehingga memperburuk keadaan bagi manusia dan Bumi. Ada banyak hal buruk yang dapat membuat kita putus asa: tahun 2024 yang akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah, kekejaman yang terjadi di Palestina, hingga kenaikan biaya hidup di seluruh dunia. Namun, kita lupa bahwa ada begitu banyak orang yang berjuang untuk mengubah keadaan. Dalam acara ASEAN Youth Conference (AYC) 2024, saya menyaksikan betapa besarnya semangat generasi muda untuk berkontribusi dan menciptakan dampak bagi dunia yang lebih baik.
Digelar di Jakarta, pada tanggal 20–22 November, AYC 2024 mengusung tema yang selaras dengan Kepemimpinan Laos: “Investing in YOUth: Enhancing Connectivity and Resilience for Our Shared Future” (Berinvestasi pada Pemuda: Meningkatkan Konektivitas dan Ketahanan untuk Masa Depan Kita Bersama).
Acara ini mempertemukan 78 pemuda (berusia 16 hingga 35 tahun) dengan latar belakang, cerita, dan visi yang beragam. Delegasi tersebut—begitu mereka menyebutnya—terdiri dari pelajar SMA hingga profesional muda dari negara-negara ASEAN dan Mitra Dialog ASEAN, seperti Australia, India, dan Afghanistan. Saya adalah salah satu di antaranya.
AYC 2024 merupakan perpaduan antara peluang, keterwakilan, dan kontribusi. Acara ini adalah kesempatan untuk banyak belajar, banyak mendengarkan, dan banyak berbagi. Saya belajar dari wawasan dan pengalaman hidup para panelis. Saya belajar banyak dari teman-teman yang hadir, delegasi lain yang datang dari berbagai lapisan masyarakat dan berbagai bidang. Saya juga belajar bahwa saya masih payah dalam memahami bahasa Inggris beraksen, tetapi mendengarkannya tetap menyenangkan.
Pelajaran Berharga
Para panelis membawakan keahlian mereka dalam berbagai topik di tiga pilar komunitas ASEAN: Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (APSC), Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC).
Beberapa topik favorit saya di antaranya melawan misinformasi, bimbingan antargenerasi, dan memperjuangkan inklusi untuk iklim, perdamaian, dan keamanan. Salah satu panelis yang paling berwawasan luas dan menarik adalah seseorang dari komunitas Tuli FeminisThemis yang berbicara tentang Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI).
Sementara itu, banyaknya pembahasan tentang Kecerdasan Buatan (AI) cukup mengejutkan bagi saya sebagai seseorang yang tidak menggunakan AI dalam kehidupan sehari-hari dan secara pribadi menentang penggunaan AI generatif. Meski saya menyadari bahwa AI merupakan topik hangat karena kebaruannya, penerapannya yang cepat, dan kurangnya kerangka pengamanan sejauh ini, menarik untuk menyadari betapa AI telah merambah ke ranah pembangunan.
Secara informal, saya belajar bahwa pembangunan berkelanjutan masih merupakan konsep yang sulit dipahami. Bahkan di kalangan individu berpendidikan tinggi dan pakar pemuda, masih banyak yang salah paham bahwa keberlanjutan terutama berkaitan dengan lingkungan, perubahan iklim, dekarbonisasi, dan ilmu pengetahuan. Waktu saya bilang ke mereka bahwa saya bekerja sebagai editor di media digital independen untuk pembangunan berkelanjutan, sebagian besar dari mereka menganggap saya tidak terlalu tertarik—atau berpengetahuan luas—dalam hal seni dan budaya.
Pekerjaan saya, bersama dengan para pendukung keberlanjutan lainnya, masih jauh dari selesai.
Visi Pemuda ASEAN
Satu hal yang disepakati oleh para delegasi adalah betapa keterlibatan pemuda masih menjadi sebuah tantangan, terutama pada tingkat pengambilan keputusan. Kami menyayangkan bahwa pemuda tidak dilihat sebagai manusia seutuhnya. Selain itu, interseksionalitas juga masih menjadi isu yang harus diatasi. Misalnya, biaya penyelenggaraan AYC 2024 terbilang kecil dan diadakan pada hari kerja, sehingga sangat membatasi siapa pun yang dapat menjadi bagian dari pembahasan.
Namun, saya ingin mengapresiasi kerja luar biasa ASEAN Youth Conference 2024 dengan menyampaikan suara pemuda melalui Visi Pemuda ASEAN. Isinya adalah tiga kertas kerja dari tiga pilar komunitas sebagai rekomendasi resmi kami kepada Sekretariat ASEAN menjelang peninjauan pada akhir Cetak Biru 2025.
Kerja keras dan kepusingan kami untuk menjadi bagian dari generasi muda yang bekerja bersama demi mencapai hasil nyata tidaklah sia-sia karena kami memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat dan aspirasi di tingkat pengambilan keputusan. Meski masih banyak yang perlu ditingkatkan, saya bangga dengan kerja sama kami dengan Tim Pilar ASCC.
Pada ASEAN Youth Conference 2024, saya bertemu dengan anak-anak muda lain yang bersemangat menggunakan keahlian dan bidang pilihan mereka untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Singkatnya, acara ini adalah ekosistem yang menumbuhkan rasa kesetaraan, keadilan, inklusi, inovasi, pembelajaran, dan, yang paling penting, harapan. Dunia terlihat suram saat ini, dan terkadang, masa depan bahkan lebih suram. Namun, saya tidak ingin larut dalam kemuraman. Saya ingin melakukan apa yang saya bisa, menjadi orang baik dan keras kepala yang dibutuhkan dunia di tengah upaya kita untuk membalikkan keadaan.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.