Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Langkah Indonesia Menuju Ekonomi Hijau dan Inklusif

Sebuah laporan studi dari Maret 2021 oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Greenpeace menunjukkan inkonsistensi dalam jajaran pemerintah yang bisa jadi menjadi akar kendala negara ini.
Oleh Nazalea Kusuma
2 November 2021

Sumber: Asian Development Bank

Sebagaimana dunia terus menumbuhkan kesadaran akan perubahan iklim beserta dampaknya, perubahan menuju ekonomi hijau juga terus bergulir di berbagai belahan dunia. Mulai dari sektor energi di India, Rencana Hijau Singapura, Olimpiade Tokyo, hingga industri kecantikan, semuanya menampilkan wajah baru sejalan dengan tren keberlanjutan yang juga menjadi kebutuhan dewasa ini.

Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang menghubungkan alam, masyarakat, dan perekonomi secara erat. Secara teori, konsep ini tidak asing di Indonesia, karena kemiripannya dengan konsep ekonomi dalam Pancasila, yang menjadi ideologi bangsa.

Perubahan menuju ekonomi yang lebih hijau dan inklusif tidak hanya dihadirkan untuk mencegah bencana lingkungan yang dahsyat, tetapi juga untuk menawarkan peluang investasi yang penting dan membuka kemungkinan lapangan kerja baru. Sebuah laporan mengenai Peningkatan Risiko Alam atau Nature Risk Rising oleh World Economic Forum dan PwC menyatakan bahwa sebuah transisi ekonomi yang masif dan sistemik dapat membuka peluang potensi bisnis senilai US$10,19 milyar (setara Rp155 triliun) dan mempekerjakan 395 juta orang pada 2030.

Akan tetapi, laporan yang sama juga mengungkapkan bahwa sektor-sektor utama dan ekstraktif masih mendominasi ekspor Indonesia. Indonesia, sebanding dengan India, menghasilkan sepertiga produk domestik bruto dari industri yang sangat bergantung pada alam.

Sumber: WEF and PwC

Lebih jauh lagi, perekonomian Indonesia juga masih bergantung pada sektor ekstraktif. Sebuah laporan studi dari Maret 2021 oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Greenpeace menunjukkan inkonsistensi dalam jajaran pemerintah yang bisa jadi menjadi akar kendala negara ini. Membenturkan kebijakan dengan undang-undang adalah salah satu buktinya, ditambah dengan penerapan yang berubah-ubah.

Sebagai contoh, Indonesia mengalokasikan 8% stimulus pemulihan COVID-19 untuk inisiatif-inisiatif hijau. Namun, pemerintah masih memberikan jumlah subsidi yang signifikan untuk BUMN pada sektor ekstraktif yang menjadi penghasil emisi karbon dalam jumlah masif, seperti PLN dan PT. Pertamina.

Perubahan yang sukses menuju ekonomi hijau dan inklusif masih sangat memungkinkan. Di bawah ini adalah aksi-aksi yang dianjurkan dalam laporan INDEF dan Greenpeace:

  • Dalam upaya menarik investasi global, pemerintah musti mengubah arah fokus dari kuantitas ke kualitas. Investor global skala masif biasanya menaruh perhatian pada badan usaha dan bisnis dengan aspek dan konsentrasi terhadap ESG (Environmental, Social, and Governance — Lingkungan, Sosial, dan Pemerintahan), meninggalkan model ekonomi neo-klasik. Indonesia perlu mengubah peraturan-peraturan yang bersifat eksploitatif.
  • Pemerintah harus berhenti memberikan insentif pada sektor-sektor eksploitatif dan ekstraktif. Meningkatkan insentif untuk sektor hijau saja tidaklah cukup untuk transformasi menuju energi terbarukan agar dapat berjalan tepat waktu.
  • Produk ekspor Indonesia harus diubah dari komoditas primer menjadi komoditas dengan nilai tambah. Komoditas bernilai tambah akan memungkinkan pelaksanaan konservasi alam yang lebih baik dengan keuntungan jangka panjang yang lebih tinggi.
  • Pemerintah harus konsisten dalam membuat kebijakan dan perundangan. Saat ini, terdapat kebijakan kontradiktif seperti yang tertuju untuk energi bersih, mineral, dan batu bara. Biaya lingkungan dan sosial mestinya dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan.
  • Prioritas harus diberikan pada pemilik usaha mikro, menengah, dan makro, serta masyarakat adat. Pemerintah harus mengutamakan kelompok-kelompok itu agar dapat menciptakan perubahan nyata pada ekonomi hijau dan inklusif.

Editor: Marlis Afridah

Penerjemah: Inez Kriya

Versi asli artikel ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di platform media digital Green Network Asia – Internasional.

Nazalea Kusuma
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    SEAblings dan Gerakan Solidaritas Akar Rumput di Tengah Berbagai Krisis
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Langkah Mundur India dalam Kebijakan Emisi Sulfur Dioksida
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Pentingnya Ruang Terbuka Hijau Perkotaan yang Aksesibel dan Inklusif untuk Semua
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok

Continue Reading

Sebelumnya: SDGs Desa: Mengantar Pedesaan Indonesia pada Tujuan Pembangunan Global
Berikutnya: Mengalirkan Air Bersih di NTT Bersama Plan Indonesia dan Jelajah Timur

Lihat Konten GNA Lainnya

seorang pria tua duduk sendiri di dekat tembok dan tanaman Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia

Oleh Abul Muamar
9 Oktober 2025
seseorang memegang sejumlah uang kertas Memastikan Distribusi Pendapatan yang Adil sebagai Pilar Keadilan Sosial
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memastikan Distribusi Pendapatan yang Adil sebagai Pilar Keadilan Sosial

Oleh Kresentia Madina
9 Oktober 2025
bagian atas dari donat yang berjamur Donat yang Semakin Pahit: Peringatan Keras dari Fanning dan Raworth
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Donat yang Semakin Pahit: Peringatan Keras dari Fanning dan Raworth

Oleh Jalal
8 Oktober 2025
seseorang bermasker di depan klinik Bagaimana Upaya China dalam Meningkatkan Layanan Kesehatan di Tingkat Daerah
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Upaya China dalam Meningkatkan Layanan Kesehatan di Tingkat Daerah

Oleh Dinda Rahmania
8 Oktober 2025
sebuah alat berat di atas lahan hitam Mengulik Dampak Pembangunan Kawasan Industri Takalar
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Dampak Pembangunan Kawasan Industri Takalar

Oleh Abul Muamar
7 Oktober 2025
Sekelompok orang menaiki perahu di sungai Mekong yang dikelilingi pepohonan Kekuatan yang Timpang dan Meningkatnya Tekanan: Menilik Tata Kelola Air Lintas Batas di Sungai Mekong
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Kekuatan yang Timpang dan Meningkatnya Tekanan: Menilik Tata Kelola Air Lintas Batas di Sungai Mekong

Oleh Attiatul Noor
7 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia