Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Afrika di Tengah Wabah Kolera

Perubahan iklim, minimnya infrastruktur, dan faktor-faktor lain menyebabkan salah satu wabah kolera terburuk di Afrika.
Oleh Nazalea Kusuma
20 Juni 2024
seorang pria membawa headpan di samping tempat penyimpanan yang kumuh

Foto: Rémy Ajenifuja di Unsplash.

Setelah bertahun-tahun berlalu, kolera masih mengintai kita. Dicap sebagai ’penyakit orang miskin’, kolera merupakan indikator kesenjangan global. Penyakit ini masih menjadi ancaman di wilayah-wilayah dengan akses yang tidak memadai terhadap air bersih dan sanitasi dasar, seperti di Afrika Timur dan Afrika Selatan. Pada tahun 2024, perubahan iklim, minimnya infrastruktur, dan faktor-faktor lain menyebabkan salah satu wabah kolera terburuk di kawasan ini.

Wabah Kolera di Afrika

Wabah kolera global pertama terjadi pada abad ke-19. Setelah terjadi penurunan kasus kolera di seluruh dunia dari tahun 2017 hingga 2021, jumlahnya kini kembali meningkat.

Pada Maret 2024, Afrika mencatat lebih dari 340.000 kasus kolera dan 6.000 kematian di 18 negara sejak Januari 2022. WHO telah mengklasifikasikan enam negara dalam ‘krisis akut’ kolera: Komoro, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Mozambik, Zambia, dan Zimbabwe.

Yang lebih parah, wabah kolera ini sangat mematikan. Kebanyakan orang yang terinfeksi bakteri Vibrio cholerae tidak menunjukkan gejala, dan mereka yang mengalaminya biasanya hanya menunjukkan gejala ringan. Namun, kondisi yang parah dapat menyebabkan diare cair akut, yang mengakibatkan dehidrasi parah. Penyakit ini bisa membunuh jika tidak ditangani.

Kematian yang tinggi paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan angka kematian mencapai 40% pada balita. Selain itu, wabah ini mengakibatkan penutupan sekolah di seluruh kawasan, yang berdampak tidak hanya pada pendidikan tetapi juga keselamatan, kesehatan mental, sosialisasi, dan perlindungan anak-anak.

Faktor Kompleks

Kolera adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan diare akut karena mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Oleh karena itu, daerah-daerah yang kekurangan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang aman—seperti daerah kumuh perkotaan dan kamp pengungsian—beresiko terjangkit penyakit ini.

“Kalau lihat di sini, di kawasan gubuk Njele, penuh dengan air, dan anak-anak bermain di air kotor ini tanpa alas kaki. Itu sebabnya masalah kolera akan terus berlanjut di kompleks Njele: karena popok dan kotoran berserakan di mana-mana,” kata Elias Banda, seorang warga dari sebuah kota di Zambia.

Perubahan iklim memperburuk keadaan, menyebabkan peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan, angin topan, hujan lebat, dan banjir besar. Konflik, seperti yang terjadi di Sudan dan Palestina, juga dapat memperburuk situasi. Hal-hal semacam ini semakin membatasi akses terhadap air bersih dan sanitasi, memicu perpindahan penduduk karena pengungsian, dan membebani sistem layanan kesehatan.

Kekurangan vaksin kolera secara global juga turut menyebabkan lemahnya sistem layanan kesehatan. Sanofi India, sebuah perusahaan yang dulunya memproduksi 15% pasokan vaksin dunia, telah menghentikan produksi vaksinnya sejak 2023.

Dapat Dicegah & Diobati

Pada zaman modern ini, kolera seharusnya dapat dicegah dan diobati. Pengawasan, peningkatan sistem air dan sanitasi, vaksinasi yang meluas, perubahan perilaku, dan manajemen kasus yang lebih efisien adalah kunci untuk mengendalikan wabah kolera dan mengurangi kematian. Pada akhirnya, inisiatif akar rumput, program pemerintah, serta pendanaan, kerangka kerja, dan kolaborasi internasional harus bersatu untuk mengakhiri kemiskinan dan memastikan situasi kehidupan yang layak yang memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan semua orang.

Penerjemah: Abul MuamarB

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Nazalea Kusuma
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    SEAblings dan Gerakan Solidaritas Akar Rumput di Tengah Berbagai Krisis
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Langkah Mundur India dalam Kebijakan Emisi Sulfur Dioksida
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Pentingnya Ruang Terbuka Hijau Perkotaan yang Aksesibel dan Inklusif untuk Semua
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok

Continue Reading

Sebelumnya: Upaya RS Terapung Ksatria Airlangga Tutup Kesenjangan Kesehatan bagi Warga Kepulauan
Berikutnya: Pemprov Bali Terapkan Pajak Wisata untuk Lindungi Budaya dan Lingkungan

Lihat Konten GNA Lainnya

Pemandangan pesisir Pantai Utara Jawa dengan garis pantai melengkung, air laut berwarna biru kehijauan, area persawahan di sisi kiri, dan permukiman di tepi pantai. Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
30 Oktober 2025
beberapa petani perempuan memanen daun teh di kebun Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
30 Oktober 2025
Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia