Beli Produk Lokal, Dukung Produsen Lokal, dan Konsumsi Secara Kritis
Globalisasi adalah bukti bahwa kecerdasan manusia telah memungkinkan kita untuk mengonsumsi apa saja dari seluruh dunia. Hal tersebut sangat membantu, tetapi kemudahan itu datang dengan sejumlah “harga lingkungan” yang harus dibayar. Harga ini berupa timbulnya eksploitasi untuk memenuhi permintaan global yang besar, emisi karbon yang substansial dari pengiriman internasional, dan berton-ton limbah kemasan.
Kita tahu bahwa kemasan plastik, termasuk bubble wrap, masih digunakan dengan sangat leluasa. Namun, kemasan kertas/karton juga memiliki banyak kelemahan. Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) mengungkapkan bahwa 1,14 juta ton sampah kertas/karton dihasilkan pada tahun 2020, dan angka tersebut meningkat 13% dari tahun sebelumnya. Canopy mengatakan, “Setiap tahun, sekitar tiga miliar pohon ditebang untuk menghasilkan kemasan berbahan kertas. Banyak di antaranya berasal dari hutan-hutan dengan nilai karbon yang tinggi, dari habitat spesies yang terancam punah, atau sumber kontroversial lainnya.”
Untungnya, dorongan untuk membeli produk lokal dan mendukung bisnis lokal karena alasan ekonomi maupun kelestarian lingkungan semakin besar setiap harinya. Sekarang, membeli produk lokal disambut dengan tagar dan kebanggaan tertentu, dengan manfaat yang lebih nyata.
Membeli secara lokal sangat baik bagi masyarakat dan lingkungan.
Membeli produk dan mendukung bisnis lokal adalah cara yang baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Ketika kita membeli barang-barang lokal, bisnis yang produknya kita beli juga akan menghabiskan sebagian besar uang mereka secara lokal. Menurut Sustainable Connections, untuk setiap $100 yang dibelanjakan, $68 disirkulasikan kembali dan tetap dalam perekonomian lokal kita.
Bisnis lokal juga menciptakan lapangan kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar, sehingga membantu menurunkan tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Selain itu, bisnis lokal juga membayar pajak untuk mendanai pertumbuhan dan pembangunan di sektor lain secara regional.
Secara lingkungan, membeli produk lokal berarti mengurangi jejak karbon jika dibandingkan dengan membeli produk impor yang membutuhkan pesawat dan menggunakan kemasan yang rumit untuk sampai di depan pintu kita. Pertumbuhan bisnis lokal juga dapat berarti sedikitnya keterlibatan industri dalam pertanian dan peternakan. Kemakmuran pertanian lokal juga dapat mendorong pemerintah ke arah perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik.
Kualitas produk lokal juga lebih baik bagi konsumen, terutama untuk produk segar. Membeli secara lokal menawarkan sistem penelusuran yang lebih ringkas untuk melihat bagaimana proses produk yang ingin kita beli. Dengan demikian, kita juga dapat berusaha memastikan apa yang bisa kita lakukan dalam pembangunan berkelanjutan.
Beli secara lokal, kritis, dan bertanggung jawab.
Bagi sebagian orang, membeli secara lokal masih mengacu pada istilah mendukung usaha kecil skala lokal atau nasional. Namun, kita harus ingat bahwa tidak semua bisnis lokal diciptakan sama. Bisnis lokal tidak selalu berarti mereka bersumber dari produsen lokal.
Misalnya saja, ada sebuah kafe yang membuka lapangan kerja baru, mempekerjakan penduduk sekitar, membelanjakan uang mereka secara lokal, membayar pajak untuk wilayahnya, serta menghindari emisi karbon dari perjalanan, pengiriman, dan pengemasan. Namun, itu tidak selalu berarti mereka mendapatkan bahan dan peralatan produksi lokal. Kemungkinan besar, bahan-bahan dan peralatan itu diperoleh secara impor.
Banyak toko lokal yang menjual produk impor eksklusif seperti daging wagyu, makanan laut untuk sashimi, “makanan super”, kain, furnitur, dan lain-lain. Penggunaan produk impor memang tidak bisa dihindari saat ini, namun kita masih bisa berusaha lebih baik lagi dalam penggunaannya. Tentu saja, tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat konsumsi kita secara besar-besaran. Tetapi, kita juga perlu mengkonsumsi secara kritis dan membatasi jejak karbon kita sebaik mungkin.
Sulit memang, tapi tidak mustahil.
Vox menyebutkan bahwa pada Juni 2020, Amazon India berhasil beralih dari plastik sekali pakai dalam pengemasan produknya. Di Indonesia, sebuah startup bernama Papel menawarkan alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk plastik bubble wrap. Merek kemasan berkelanjutan lainnya di seluruh dunia juga mulai bermunculan. Namun, itu masih belum cukup.
Untuk mewujudkan kemajuan menuju bumi hijau, semua orang harus bergerak bersama. Konsumen dan usaha kecil tidak bisa berjalan sendiri. Peraturan pemerintah, kebijakan publik, investasi bisnis, kampanye, dan perilaku konsumen harus bersinergi untuk mendorong pola pikir “membeli secara lokal” dan mengurangi jejak karbon yang terjadi dalam proses ekspor dan impor.
Penerjemah: Aliyah Assegaf
Versi asli tulisan ini dalam bahasa Inggris dapat dibaca di sini.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.