Gelembung Hijau Olimpiade Tokyo 2020 (2): Kritik Keberlanjutan dan COVID-19
New National Stadium Tokyo | Foto: Arne Müseler
Olimpiade Tokyo 2020 yang baru saja berakhir disebut-sebut sebagai Olimpiade yang paling memenuhi sesuai dengan prinsip keberlanjutan sejauh ini. Hal itu tercapai di dalam gelembung yang aman dan ramah lingkungan.
Tokyo berpegang pada sebuah konsep keberlanjutan ketika merancang perhelatan olahraga ini. Rancangan ini mewujud dalam beberapa model inovasi yang solutif dan bagus untuk menghadapi tantangan-tantangan global terkait isu keberlanjutan secara global. (Tautan untuk bagian 1)
Walaupun batasan untuk penonton domestik dan asing memang akan menurunkan emisi karbon dari kadar biasanya, menerbangkan ribuan atlet beserta para pelatih mereka dari berbagai belahan dunia tentu tetap saja menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar.
Masako Konishi, anggota komite keberlanjutan Olimpiade Tokyo 2020 sekaligus pimpinan pemimpin proyek iklim dan energi World Wildlife Fund Japan, memberi tahu NPR bahwa penyelenggara Olimpiade telah mengumpulkan 150% kredit karbon yang dibutuhkan untuk meniadakan menghilangkan emisi gas rumah kaca dari acara ini, menjadikannya karbon negatif.
Meskipun demikian, kritik terhadap klaim keberlanjutan oleh Olimpiade Tokyo 2020 telah bermunculan. Ada yang menyebutnya sebagai “greenwashing“, mengatakan bahwa upaya-upaya yang dilakukan di Olimpiade Tokyo 2020 palsu belaka. Sebuah studi dari pakar yang dibuat oleh University of Lausanne menyatakan bahwa Olimpiade Tokyo 2020 menduduki peringkat ketiga sebagai Olimpiade paling tidak berkelanjutan sejak 1992.
Studi tersebut memberikan rekomendasi tentang bagaimana Olimpiade seharusnya berlangsung dalam konteks keberlanjutan. Rekomendasi ini membutuhkan perubahan nyata dari komite Olimpiade, seperti mengurangi ukuran pagelaran acara, mengadakan giliran pelaksanaan oleh tuan rumah di kota yang sama, dan menerapkan standar keberlanjutan yang mandiri.
‘Gelembung’ Olimpiade Tokyo 2020 adalah sebuah pemukiman untuk para atlet, pelatih, dan orang-orang yang terlibat dalam pertandingan. Dalam gelembung itu, 80% penghuninya telah mendapat vaksin COVID-19, pemeriksaan juga dilakukan secara teratur dan wajib, pergerakan mereka dibatasi, dan protokol kesehatan wajib dipatuhi. Aljazeera melaporkan bahwa penyelenggara telah menarik perizinan bagi orang-orang yang berkaitan dengan pertandingan untuk keluar dari Olympic Village demi berjalan-jalan.
Di luar gelembung, terdapat 4.058 kasus baru COVID-19 dalam kota pada 31 Juli 2021. Ini adalah angka tertinggi yang mereka hadapi selama perpanjangan status darurat. Tanpa lockdown atau pembatasan jam malam yang ketat, pemerintah Jepang mengharapkan kerja sama dari semua lapisan masyarakat.
Walau demikian, jalanan Tokyo mulai terlihat lebih hidup dibandingkan dengan awal masa darurat tahun lalu. Banyak warga Tokyo yang mengutarakan bahwa selain kejenuhan akibat lockdown, melihat antusiasme pemerintah terhadap Olimpiade membuat mereka merasa bahwa keluar rumah bukan lagi masalah besar.
Olimpiade Tokyo 2020 memang tidak sesempurna atau seberpengaruh yang diharapkan oleh dunia, namun inisiatif ini tetaplah menjadi awal baru yang baik bagi perhelatan serupa. Olimpiade Tokyo 2020 menawarkan titik berangkat untuk menilai kembali dan meningkatkan tanggung jawab dalam perhelatan sembari merayakan arti menjadi penduduk Bumi.
-Selesai-
Editor: Marlis Afridah
Penerjemah: Inez Kriya
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Jika Anda menilai konten ini bermanfaat, dukung gerakan Green Network Asia untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Dapatkan manfaat khusus untuk pengembangan pribadi dan profesional.
Jadi Member SekarangNaz is the Manager of International Digital Publications at Green Network Asia. She is an experienced and passionate writer, editor, proofreader, translator, and creative designer with over a decade of portfolio. Her history of living in multiple areas across Southeast Asia and studying Urban and Regional Planning exposed her to diverse peoples and cultures, enriching her perspectives and sharpening her intersectionality mindset in her storytelling and advocacy on sustainability-related issues and sustainable development.

UU KUHAP 2025 dan Jalan Mundur Perlindungan Lingkungan
Wawancara dengan Eu Chin Fen, CEO Frasers Hospitality
Meningkatkan Akses terhadap Fasilitas Olahraga Publik di Tengah Tren Gaya Hidup Sedenter
Langkah Pemerintah Inggris dalam Mengatasi Pengangguran Kaum Muda
Mengarusutamakan Solusi Berbasis Alam untuk Reformasi Manajemen Risiko Bencana
Mengupayakan Sirkularitas Pusat Data melalui Pemulihan Panas Buangan