Menengok Penerapan Pariwisata Berkelanjutan di Kepulauan Batanes, Filipina
Berwisata adalah cara yang baik untuk bersenang-senang, mengambil jeda, dan menemukan hal-hal baru. Pada saat yang sama, kegiatan wisata juga berdampak pada destinasi yang kita tuju, baik secara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Mengingat dampaknya yang sering bersifat negatif, penting untuk memastikan kegiatan wisata tidak merugikan destinasi dan penduduk setempat. Pariwisata di Kepulauan Batanes, Filipina, yang tergabung dengan Jaringan Observatorium Pariwisata Berkelanjutan Internasional UNWTO, merupakan salah satu contoh bagaimana hal itu diterapkan.
Kepulauan Batanes
Kepulauan Batanes adalah provinsi kepulauan yang berada di utara Filipina dan menjadi yang terkecil dalam hal jumlah penduduk dan luas daratan. Wilayah ini memiliki sepuluh pulau, namun hanya tiga pulau terbesar yang berpenghuni: Batan, Itbayat, dan Sabtang. Adapun Batanes adalah rumah bagi masyarakat Ivatan, kelompok masyarakat adat etnolinguistik Austronesia.
Pulau-pulau tersebut juga merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati endemik dan tempat perlindungan bagi burung-burung yang bermigrasi. Misalnya, spesies tumbuhan runjung, Podocarpus costalis, hanya berbunga dan berbuah sempurna di Kepulauan Batanes. Sebagai destinasi wisata, Batanes menawarkan pengalaman unik berupa formasi batuan, perbukitan, mercusuar, kuda dan sapi yang berkeliaran bebas, tepi laut yang indah, menjadikannya tempat pelarian yang menenangkan dan damai dari hiruk pikuk kota.
Selain itu, Batanes melestarikan sebagian besar bangunan tradisional lama, seperti Sinadumparan. Sinadumparan merupakan salah satu jenis rumah adat Ivatan yang terbuat dari batu, mortar kapur, dan atap rumput cogon. Kepulauan Batanes memiliki rumah-rumah yang dibangun untuk tahan terhadap topan hebat, hujan monsun, musim panas yang panas dan lembap, dan bahkan gempa bumi—yang dijuluki Rumah Angin.
Bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemangku kepentingan setempat, Pusat Pemantauan Pariwisata dan Perhotelan Batanes (Batanes Tourism and Hospitality Monitoring Center/BTHMC) memimpin partisipasi Batanes dalam Jaringan Observatorium Pariwisata Berkelanjutan Internasional (International Network of Sustainable Tourism Observatories/INSTO). Sejauh ini, proses partisipatif telah menghasilkan wawasan keberlanjutan utama yang diidentifikasi oleh masyarakat Ivatan. Observatorium tersebut berencana untuk memperluas fokusnya pada bidang lingkungan dan sosial.
Jaringan Observatorium Pariwisata Berkelanjutan Internasional (INSTO) UNWTO
Kepulauan Batanes merupakan yang terbaru di antara 38 observatorium di Jaringan INSTO di seluruh dunia. Di Asia Pasifik, terdapat delapan wilayah di Tiongkok (Yangshuo, Changshu, Kanas, dll.), lima wilayah di Indonesia (Sanur, Toba, Lombok, dll.), dan satu wilayah di Australia (Barat Daya).
Didirikan pada tahun 2004, INSTO adalah sebuah inisiatif di bawah naungan Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO). Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung pengelolaan pariwisata berbasis bukti. Singkatnya, observatorium ini memantau dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari pariwisata di tingkat destinasi.
Inisiatif ini juga secara aktif melibatkan pemangku kepentingan lokal melalui pendekatan inklusif dan partisipatif; memberdayakan mereka dengan membangun kesadaran, dan membina sistem pendukung fasilitator yang solid, dan membentuk kelompok kerja lokal.
Pada dasarnya, inisiatif ini memanfaatkan penerapan pemantauan, evaluasi, pengembangan kapasitas, dan kolaborasi yang sistematis. Hasilnya akan memberikan pedoman dan informasi penting bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk mewujudkan pariwisata yang lebih berketahanan dan berkelanjutan yang bermanfaat bagi penduduk lokal, pengunjung, dan juga planet Bumi.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.