Memulihkan Pulau Sombrero dari Kehancuran Ekologis
Burung laut masked booby di Pulau Sombrero. | Foto: Toby Ross di Flickr.
Keanekaragaman hayati di berbagai tempat kini tengah mengalami krisis. Hewan, tumbuhan, dan spesies lainnya berjuang melawan perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Kini, upaya konservasi dan pemulihan sedang berlangsung di berbagai belahan dunia. Di Karibia, para konservasionis lokal dan internasional bekerja sama untuk memulihkan Pulau Sombrero dari kehancuran ekologis.
Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati
Karibia berada di urutan tiga teratas sebagai pusat keanekaragaman hayati Bumi, dengan lebih dari 10.000 spesies endemik. Tragisnya, wilayah ini telah menyumbang 10% kepunahan burung, 36% kepunahan mamalia, dan lebih dari 65% kepunahan reptil sejak tahun 1600-an.
Pulau Sombrero adalah sebuah pulau kecil berbatu seluas 38 hektare yang berada di wilayah Karibia, tepatnya di negara Anguilla. Pulau yang tidak berpenghuni ini merupakan rumah bagi beberapa spesies yang terancam punah dan tidak ditemukan di tempat lain, seperti kadal tanah, tokek kerdil, lebah, dan kalajengking angin Sombrero. Pulau Sombrero juga merupakan tempat berkembang biak yang penting bagi berbagai spesies burung laut, termasuk burung booby cokelat dan burung tern berkaki panjang.
Lantas, apa yang terjadi di pulau tersebut? Pada tahun 1800-an, Inggris dan Amerika mengeksploitasi Pulau Sombrero untuk mengambil guano, kotoran burung laut yang kaya akan fosfat dan digunakan sebagai pupuk. Pada tahun 1890, cadangan guano telah habis karena penambangan yang ekstensif. Selain penggundulan hutan dan degradasi ekosistem, operasi penambangan juga mendatangkan spesies invasif ke pulau tersebut, yakni tikus.
Selain itu, keanekaragaman hayati Sombrero juga menghadapi ancaman perubahan iklim. Dr Jenny Daltry, Direktur Caribbean Alliance, mengatakan, “Karibia hanya berkontribusi sedikit terhadap perubahan iklim global tetapi sudah sangat terdampak. Peristiwa cuaca ekstrem menjadi semakin parah, dan lima tahun terakhir dihantam beberapa badai terburuk yang pernah tercatat.”
Spesies endemik lokal Pulau Sombrero sejatinya dapat mengatasi badai dan topan, sementara tikus justru mengganggu keseimbangan ekologi. Spesies invasif ini memakan reptil, serangga, dan telur burung laut endemik serta biji dan akar tanaman yang seharusnya tumbuh di habitat mereka. Faktor-faktor yang saling terkait ini telah membawa Pulau Sombrero ke ambang kehancuran ekologis total.
Upaya Pemulihan Pulau Sombrero
Pada tahun 2021, sebuah proyek konservasi yang dipimpin oleh para konservasionis lokal Anguilla (Anguilla National Trust) dan Caribbean Alliance (dari Fauna & Flora dan Re:wild) dimulai. Sebagai permulaan, mereka berfokus pada pemberantasan tikus invasif dan akhirnya menyatakan pulau tersebut bebas hama pada tahun berikutnya.
Tanpa tikus, spesies endemik lokal memiliki peluang untuk bangkit kembali. Misalnya, populasi kadal tanah Sombrero meningkat dari 100 menjadi lebih dari 1.600 pada Desember 2024.
Namun, ancaman badai dan topan yang lebih sering dan ekstrem tetap ada. Untuk meningkatkan ketahanan iklim, para konservasionis membantu pemulihan vegetasi alami Sombrero dengan menanam spesies tanaman endemik lokal. Sejauh ini, tanaman lokal seperti kacang laut, pir berduri, dan lili laba-laba menunjukkan pertumbuhan baru yang sehat.
“Intervensi pemulihan ini memiliki efek berjenjang: menarik serangga yang membantu penyerbukan tanaman, menarik burung yang menjatuhkan biji, menyediakan makanan dan tempat berlindung bagi kadal yang juga berfungsi sebagai penyebar biji, penyerbuk, dan pengangkut nutrisi,” kata Farah Mukhida, Direktur Eksekutif Anguilla National Trust.
Upaya yang dilakukan tidak berhenti di situ. Tim konservasi berjanji untuk terus mengawasi spesies yang lebih invasif. Mereka juga berencana untuk melanjutkan upaya pemulihan dengan menanam lebih banyak vegetasi dan membangun cadangan tanah.
“Kami berkomitmen untuk pemulihan Sombrero, berbagi pelajaran yang didapat, dan membangun keberhasilan,” kata Mukhida.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks saat ini, membekali diri, tim, dan komunitas dengan wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukan lagi pilihan — melainkan kebutuhan strategis untuk tetap terdepan dan relevan.
Join SekarangNaz is the Manager of International Digital Publications at Green Network Asia. She is an experienced and passionate writer, editor, proofreader, translator, and creative designer with over a decade of portfolio. Her history of living in multiple areas across Southeast Asia and studying Urban and Regional Planning exposed her to diverse peoples and cultures, enriching her perspectives and sharpening her intersectionality mindset in her storytelling and advocacy on sustainability-related issues and sustainable development.

Menilik Simpul Antara ‘Gajah Terakhir’ dan Banjir di Sumatera
Meningkatnya Angka Pengangguran Sarjana dan Sinyal Putus Asa di Pasar Kerja Indonesia
Wawancara dengan May Tan-Mullins, CEO dan Rektor University of Reading Malaysia
Memperkuat Ketahanan Masyarakat di Tengah Meningkatnya Risiko Bencana
UU KUHAP 2025 dan Jalan Mundur Perlindungan Lingkungan
Wawancara dengan Eu Chin Fen, CEO Frasers Hospitality