Perempuan Akar Rumput di India Terapkan Pertanian Tahan Iklim yang Dipimpin Perempuan
Petani perempuan di Osmanabad. | Foto: Swayam Shikshan Prayog.
Secara sekilas, pertanian mungkin tampak sebagai industri yang ramah lingkungan, lantaran berada di alam terbuka. Kenyataannya, pertanian adalah salah satu penyebab utama degradasi lingkungan. Selain itu, pertanian juga rentan terhadap perubahan iklim. Di India, para perempuan akar rumput bekerja sama menerapkan model Pertanian Tahan Iklim yang Dipimpin Perempuan (Women-Led Climate Resilient Farming/WCRF) di bawah arahan Swayam Shikshan Prayog (SSP).
Mengenal Swayam Shikshan Prayog
Swayam Shikshan Prayog (SSP) adalah organisasi nirlaba yang berupaya menciptakan ekosistem inklusif yang memberdayakan perempuan akar rumput di tengah masyarakat berpenghasilan rendah dan terancam iklim. SSP membantu mereka mandiri melalui pelatihan keterampilan, literasi keuangan dan digital, serta platform teknologi dan pemasaran.
SSP berdiri pada tahun 1998, empat tahun setelah gempa Latur dan proyek rekonstruksinya. Bertahun-tahun kemudian, SSP menerima Equator Prize dari UNDP pada tahun 2017. Pada COP27 pada tahun 2022, organisasi tersebut menerima penghargaan Local Adaptation Champions Awards dari Global Center on Adaptation (GCA). Saat ini, SSP telah menjangkau lebih dari 6.000.000 orang di 2.320 desa.
Model Pertanian Tahan Iklim yang Dipimpin Perempuan (WCRF)
Ketergantungan pada bahan kimia dan tanaman komersial membuat petani kecil di India mengalami kerawanan pangan, kekurangan air, dan degradasi lahan. Singkatnya, mereka rentan terhadap guncangan iklim.
Pada tahun 2014, SSP mengembangkan model Pertanian Tahan Iklim yang Dipimpin Perempuan (WCRF) di Marathwada. Dua tahun kemudian, SSP bermitra dengan Pemerintah negara bagian Maharashtra dan mulai berkembang dengan membentuk kader pemimpin untuk melatih lebih banyak petani perempuan.
Model WCRF memiliki empat dimensi utama: keterkaitan pasar, federasi petani perempuan, integrasi teknologi, dan irigasi mikro hemat air. Dalam model ini, perempuan pedesaan dari rumah tangga petani skala kecil meminjam tanah, kurang lebih satu hektare. Di atasnya, mereka membudidayakan tanaman pangan untuk keluarga mereka alih-alih tanaman komersial yang membutuhkan banyak air.
Untuk memastikan keberlanjutan, para pemimpin perempuan di bawah Krishi Samvad Sahayak bertindak sebagai penghubung yang konstan antara para petani dan ekosistem model. SSP juga mengorganisir perempuan tani menjadi kolektif dan memberikan dukungan untuk mendapatkan hak atas tanah.
“Yang tadinya hanya buruh tani, perempuan sekarang telah mengambil peran ganda dan memperoleh identitas ekonomi dan sosial baru, sebagai petani sekaligus pembuat keputusan dalam rumah tangga, sebagai pengusaha, advokat akar rumput, dan pemimpin iklim,” kata Prema Gopalan, Pendiri SSP.
Dampak terhadap Perempuan Akar Rumput
Output dari model WCRF berfokus pada empat bidang: pemberdayaan, mata pencaharian, ketahanan pangan, dan perlindungan sumber daya alam. Dalam tujuh tahun, 75.000 petani perempuan di 750 desa di tujuh negara bagian telah memulai menerapkan pertanian yang tahan iklim. Mereka juga meningkatkan hasil tanaman pangan sebesar 25% dan menurunkan biaya sebesar 25%.
Malan Raut, pemimpin petani perempuan dari Nagarsoga, menceritakan bahwa sebagian perempuan mulai menjual produk organik mereka di pasar. Sebagian lainnya mulai menjual poppadom dan masalas buatan sendiri dan beralih ke peternakan dan unggas. Dia bilang, “Kami sekarang mandiri, mendapatkan susu dari ternak kami dan sayuran dan biji-bijian dari ladang kami sendiri. Suami kami juga konsultasi dulu dengan kami dalam urusan rumah tangga sebelum mengambil keputusan.”
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks saat ini, membekali diri, tim, dan komunitas dengan wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukan lagi pilihan — melainkan kebutuhan strategis untuk tetap terdepan dan relevan.
Join SekarangNaz is the Manager of International Digital Publications at Green Network Asia. She is an experienced and passionate writer, editor, proofreader, translator, and creative designer with over a decade of portfolio. Her history of living in multiple areas across Southeast Asia and studying Urban and Regional Planning exposed her to diverse peoples and cultures, enriching her perspectives and sharpening her intersectionality mindset in her storytelling and advocacy on sustainability-related issues and sustainable development.

Pentingnya Rencana Pemulihan Bencana untuk Satwa Liar
Bagaimana Bencana Ekologis Mempercepat Kepunahan Satwa Liar
Menghidupkan Kembali Sungai-Sungai yang Tertimbun dengan Daylighting
Menilik Simpul Antara ‘Gajah Terakhir’ dan Banjir di Sumatera
Meningkatnya Angka Pengangguran Sarjana dan Sinyal Putus Asa di Pasar Kerja Indonesia
Wawancara dengan May Tan-Mullins, CEO dan Rektor University of Reading Malaysia