Kesenjangan Gender di Perkotaan Masih Berlangsung, Bagaimana Mengatasinya?
Secara umum, kota merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai latar belakang untuk mencari peluang. Saat ini, lebih dari separuh populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan. Namun, perempuan yang tinggal di lingkungan perkotaan masih menghadapi berbagai tantangan dan kerentanan. Lantas, bagaimana mengatasi kesenjangan gender di perkotaan untuk memastikan kota menjadi tempat tinggal yang aman bagi semua?
Kesenjangan Gender di Perkotaan
Kota seringkali dirancang tanpa mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebutuhan perempuan. Berbagai tantangan masih menghalangi perempuan di perkotaan untuk hidup dan berkembang dengan aman, mulai dari kurangnya penerangan di malam hari hingga terbatasnya fasilitas umum.
Laporan bersama yang disusun oleh Arup, UNEP, dan Universitas Liverpool mengeksplorasi tantangan dan tindakan utama yang penting untuk mengatasi kesenjangan gender di perkotaan. Penelitian tersebut mengelaborasi keahlian teknis dan pengetahuan dengan cerita dari 770 responden yang didominasi perempuan untuk mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang cara merancang kota yang bermanfaat bagi perempuan.
Laporan tersebut merangkum tantangan yang dihadapi perempuan di perkotaan ke dalam empat aspek utama: keselamatan dan keamanan saat beraktivitas di tempat umum; keadilan dan kesetaraan dalam pemerintahan; kesehatan dan kesejahteraan; dan pengayaan dan pemenuhan hak dalam pendidikan dan pekerjaan.
Tidak jarang, perempuan merasa tidak aman di tempat umum dan saat naik transportasi umum. Laporan tersebut menyebutkan bahwa 32% responden merasa tidak aman di ruang publik pada malam hari karena penerangan trotoar yang buruk. Ancaman pelecehan di dalam transportasi umum juga sering membuat perempuan terpaksa mengambil rute yang lebih panjang atau memilih transportasi yang lebih aman, seperti taksi, yang biayanya lebih mahal.
Selain itu, 76% responden percaya bahwa akses terhadap ruang publik yang hijau sangat penting dalam menjadikan suatu wilayah sebagai tempat tinggal yang sehat. Sayangnya, laporan tersebut mengungkapkan bahwa kurangnya fasilitas toilet dan ruang ganti bayi, terbatasnya akses bagi perempuan difabel, dan ketakutan umum terhadap pelecehan berbasis gender membuat perempuan enggan terlibat di ruang publik yang ramah lingkungan. Gedung-gedung dan ruang kerja juga sering dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan khas laki-laki dan mengabaikan kebutuhan perempuan.
Kurangnya Keterwakilan Perempuan
Permasalahan kesenjangan gender di perkotaan sering kali diabaikan dalam proses pengambilan keputusan. Kesetaraan gender belum dianggap sebagai prioritas bagi pemerintah kota. Kurangnya suara perempuan dalam pemerintahan perkotaan juga berkontribusi terhadap masalah ini, dengan hanya 21% pejabat yang merupakan perempuan pada bulan September 2022.
Merancang kota yang bermanfaat bagi perempuan perlu mempertimbangkan pandangan dan kebutuhan perempuan dan kelompok rentan lainnya di semua tahapan. Laporan tersebut menekankan pentingnya meningkatkan keterwakilan perempuan di kalangan perencana kota, pemerintah, dan pengambil keputusan kota. Oleh karena itu, mendorong remaja perempuan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di bidang ini sangatlah penting. Sementara itu, orang-orang yang berkuasa saat ini harus mulai menyadari pentingnya kesetaraan gender dan bagaimana menerapkannya dalam pekerjaan mereka.
Mengintegrasikan pendekatan responsif gender ke dalam perencanaan, tata kelola, dan pengambilan keputusan kota tidak hanya memberikan manfaat bagi perempuan. Hal tersebut juga merupakan langkah maju untuk mencapai masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan di mana setiap orang dapat berpartisipasi dalam bidang sosial dan ekonomi;m serta dapat berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di berbagai sektor.
Aksi Responsif Gender untuk Kota
Laporan tersebut diakhiri dengan seruan kepada para pemimpin kota dan pembuat kebijakan, para profesional di bidang lingkungan hidup, pengembang dan investor, serta kelompok masyarakat untuk bekerja sama dalam mengatasi kesenjangan gender di perkotaan. Laporan tersebut mengusulkan peta jalan proyek yang responsif gender bagi para ahli dan praktisi untuk mengintegrasikan responsivitas gender dalam pekerjaan mereka.
Laporan tersebut menyimpulkan, “Kita berada pada momen penting dalam evolusi kota. Bersama-sama, kita dapat menghapus praktik perkotaan tradisional demi merancang kota yang ramah perempuan dan anak perempuan. Kita tidak bisa lagi mengabaikan kebutuhan mereka.”
Baca laporan selengkapnya di sini.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Reporter di Green Network Asia. Dia adalah alumni program sarjana Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dia memiliki tiga tahun pengalaman profesional dalam editorial dan penciptaan konten kreatif, penyuntingan, dan riset.