Skip to content
  • Tentang
  • GNA Advisory & Consulting
  • Kemitraan Iklan GNA
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Deklarasi E-sak Ka Ou Serukan Pengakuan terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat dan Aksi Iklim

Komunitas adat di Asia meluncurkan Deklarasi E-sak Ka Ou, yang menyerukan pengakuan terhadap hak-hak Masyarakat Adat dan aksi iklim.
Oleh Nazalea Kusuma
15 Januari 2024
gadis kecil berpakaian tradisional Thailand di depan dinding dengan mural buaya

Foto: Dani Aláez di Unsplash.

Degradasi lingkungan dalam beberapa dekade terakhir telah membuat dunia kembali mengakui peran krusial Masyarakat Adat sebagai pengelola dan pelestari alam. Terkait hal ini, Komunitas Adat di Asia meluncurkan Deklarasi E-sak Ka Ou, yang membahas hak-hak Masyarakat Adat dan aksi iklim.

Deklarasi E-sak Ka Ou

Secara harfiah, “E-sak Ka Ou” berarti insang pari Manta. Ini adalah istilah yang digunakan oleh suku Urak Lawoi yang mengacu pada tempat nenek moyang mereka pertama kali membangun kehidupan di Pulau Lanta di Krabi, Thailand. Provinsi Krabi juga menjadi tempat Deklarasi E-sak Ka Ou disusun pada Konferensi Regional Asia tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, Keanekaragaman Hayati, dan Perubahan Iklim pada November 2023.

Deklarasi ini melibatkan 47 delegasi yang mewakili masyarakat adat dan organisasi pembangunan dari 11 negara. Daftarnya mencakup Pakta Masyarakat Adat Asia (AIPP), Pusat Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Adat (CIPRED), Federasi Perempuan Adat Nasional (NIWF), dan lain-lain.

Singkatnya, Deklarasi E-sak Ka Ou adalah “pernyataan posisi kolektif kita sebagai Masyarakat Adat dalam mencari solusi kolaboratif atas isu dan permasalahan mendesak yang kita dan seluruh umat manusia hadapi.”

Masyarakat Adat dan Aksi Iklim

Dokumen Deklarasi E-sak Ka Ou dibuka dengan pembukaan dari Joni Odochau, “Hidup dan tanah adalah sama.”

Pada dasarnya, Deklarasi E-sak Ka Ou menyerukan pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat sehingga mereka dapat memenuhi peran mereka dalam menjaga manusia, Bumi, dan warisan budaya mereka.

Deklarasi ini menekankan perlunya pendekatan menyeluruh masyarakat dalam aksi iklim. Hal ini mencakup partisipasi Masyarakat Adat yang efektif dan bermakna dalam pengambilan keputusan terkait perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.

Hal ini memerlukan pembentukan ruang khusus bagi Masyarakat Adat – termasuk perempuan, pemuda, dan difabel – di tingkat pembuatan kebijakan, seperti dalam pengembangan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Nasional (NBSAP). Ruang ini juga akan diperluas hingga implementasi, pemantauan, dan pelaporan.

Lebih lanjut, Deklarasi ini menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas. Hal ini juga menuntut dukungan untuk pengasuhan dan transfer pengetahuan masyarakat adat antargenerasi pada masyarakat mereka sendiri serta keseimbangan ekologi dan lingkungan.

Transformasi Kerangka Kerja

Meskipun Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal telah diadopsi, Deklarasi ini mencatat bahwa undang-undang dan kerangka kerja nasional mengenai kawasan lindung masih memegang “warisan kolonial dari pendekatan benteng terhadap konservasi.” Praktik-praktik ini sebagian besar gagal mengakui kepemilikan masyarakat adat atas wilayah dan sumber daya. Akibatnya, mereka cenderung melanggar hak-hak Masyarakat Adat, mengkriminalisasi para pembela HAM, menggusur komunitas Adat, dan mengabaikan praktik konservasi Adat.

Oleh karena itu, kerangka kerja yang ada mengenai aksi iklim dan keanekaragaman hayati harus diubah untuk mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan terhadap masyarakat adat di seluruh dunia dan memastikan partisipasi aktif mereka. Deklarasi ini juga menyerukan pembentukan mekanisme pendanaan yang akan mendukung upaya-upaya ini, termasuk dana khusus untuk kerugian dan kerusakan parah ekonomi dan non-ekonomi yang dialami Masyarakat Adat akibat perubahan iklim.

Dokumen selengkapnya dapat dibaca di sini.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.


Jika Anda melihat konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Langganan Anda akan memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, sekaligus mendukung kapasitas finansial GNA untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.
Pilih Paket Langganan

Nazalea Kusuma
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Pentingnya Ruang Terbuka Hijau Perkotaan yang Aksesibel dan Inklusif untuk Semua
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA)
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya

Continue Reading

Sebelumnya: Utopia Cetak Biru Kota Cerdas IKN
Berikutnya: Kematian 3 Harimau di Medan Zoo: Urgensi Penguatan Sistem Pengelolaan Lembaga Konservasi

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025
orang-orang menonton pertunjukan teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami” Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”

Oleh Nareswari Reswara Widya
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia