Program Building with Nature Lindungi Ekosistem Pesisir dan Tingkatkan Ekonomi Lokal di Demak
Wilayah pesisir di seluruh dunia tengah menghadapi dampak buruk perubahan iklim, antara lain berupa kenaikan muka laut dan daratan yang ‘tenggelam’. Hewan, tumbuhan, tanah, dan manusia di wilayah pesisir semuanya terkena dampak, dan masalah ini memerlukan tindakan yang tepat.
Di Indonesia, program Building with Nature (Membangun bersama Alam) mengembangkan cara untuk memulihkan hutan mangrove di Demak untuk melindungi ekosistem pesisir sekaligus membantu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
Menghentikan Kebiasaan Buruk
Selain perubahan iklim, perilaku manusia juga menyebabkan banjir dan erosi pesisir. Penggundulan sabuk hutan bakau untuk pengembangan akuakultur, pembangunan infrastruktur pesisir, dan pengambilan air tanah merupakan beberapa penyebab utama. Jika terus seperti itu, pada tahun 2030, 70.000 orang akan terkena dampak banjir dan 6.000 hektare tambak akan hilang di Kabupaten Demak, wilayah yang berada di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa.
Building with Nature Indonesia adalah program multi-stakeholder dari Ecoshape, Wetlands International, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan sejumlah mitra lainnya. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat setempat membangun garis pantai mangrove yang stabil dan dapat beradaptasi yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif. Sesuai namanya, program ini memicu perubahan paradigma menuju pembangunan yang mempertimbangkan alam dan manusia.
Solusi Menyeluruh
Mangrove yang ditanam hanya memiliki tingkat kelangsungan hidup 15-20%. Mangrove hasil tanam hanya akan merusak pembentukan mangrove alami, kecuali untuk spesies yang tepat dan ditanam di lokasi yang tepat. Sementara itu, bendungan dan tanggul laut, sebagai solusi tunggal, tidaklah efektif, mahal, dan tidak stabil untuk pantai berlumpur.
Program Building with Nature menggabungkan solusi hijau (berbasis alam) dengan teknik abu-abu (rekayasa keras) dan penggunaan lahan multifungsi. Untuk garis pantai Demak sepanjang 20 Km, model ini menciptakan penghalang semi-permeabel untuk membantu memulihkan hutan bakau, memperkenalkan teknik akuakultur berkelanjutan kepada masyarakat lokal, dan mengkaji kemungkinan rencana pengelolaan air terpadu.
Penghalang semi-permeabel terbuat dari tiang dan semak belukar. Penghalang ini meredam gelombang dan menjebak sedimen, memungkinkan permukaan dasar pantai naik dan regenerasi mangrove secara alami dengan tingkat kelangsungan hidup 70%. Kepemilikan dan pemeliharaan penghalang ini telah dialihkan kepada masyarakat setempat.
Untuk memberi ruang bagi sabuk bakau, warga perlu mengurangi atau menutup area tambak ikan dan udang mereka dengan bantuan untuk mengembangkan kegiatan sosial ekonomi baru yang diberikan jika diminta. Para petambak kemudian mendapatkan pelatihan Sekolah Lapangan Pesisir/Coastal Field Schools (CFS) untuk teknik akuakultur berkelanjutan. Alhasil, 277 petambak di Demak memiliki tambak udang yang bisa hidup berdampingan dengan mangrove dan menghasilkan udang dua kali lipat.
Replikasi dan Perluasan
Penerapan model ini di Demak dinilai berhasil. Pieter van Eijk dari Wetlands International mengatakan bahwa kesuksesan tersebut akan mengarah pada proyek Building with Nature di bagian lain Asia. Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen mengatakan, “Ini adalah model yang layak ditiru tentang bagaimana negara dapat memanfaatkan alam untuk menangkal dampak parah perubahan iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat.”
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.