Sisi Buruk Larangan Plastik di India
Dunia menghasilkan lebih dari 350 juta ton sampah plastik setiap tahun. Dalam dekade terakhir, plastik telah menjadi momok dan penyumbang polusi seiring dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim. Karenanya, negara-negara di seluruh dunia perlahan mulai mengelola plastik dengan sistem pengelolaan limbah mereka, dengan berbagai tingkat keberhasilan dan dampak. Larangan terhadap 19 produk plastik sekali pakai di India yang diberlakukan baru-baru ini kini tengah menjadi sorotan.
Larangan Plastik di India
India adalah negara terpadat kedua dan penghasil sampah plastik terbesar keempat di dunia. Menurut UNDP (Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa), India memproduksi 15 juta ton plastik setiap tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 25% yang didaur ulang.
Terhitung sejak Juli 2022, pemerintah India melarang produksi, impor, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan 19 produk plastik sekali pakai lagi, sehingga totalnya menjadi 21. Barang-barang tersebut antara lain berupa sedotan, bendera, cangkir, peralatan makan, plastik pembungkus, stik permen, earbud, kantung plastik dengan ukuran kurang dari 75 mikron, spanduk PVC dengan ukuran kurang dari 100 mikron, dan banyak lainnya.
Tim khusus dan ruang kontrol akan dibentuk untuk menegakkan peraturan ini. Pelanggar akan dikenai sanksi berupa hukuman penjara lima tahun atau denda 100.000 rupee – atau keduanya – tergantung masing-masing pemerintah negara bagian.
“Kotamadya dapat dikenakan denda Rs 5.000 karena menggunakan item SUP. Tapi kami menyerahkan sepenuhnya kepada mereka implementasi yang efektif,” kata seorang pejabat Kementerian Lingkungan Hidup.
Tegas kepada UMKM
Dua puluh hari setelah peraturan tersebut diumumkan, produk plastik terlarang masih ditemukan di mana-mana, baik di Hyderabad, Delhi, dan kota-kota lain. Kenyataannya, pedagang kaki lima dan pelaku UMKM sulit beralih karena kurangnya anggaran, alternatif, dan kesadaran.
“Transisi besar-besaran seperti itu tidak akan mungkin terjadi bagi produsen dan pedagang kecil tanpa dukungan dari pemerintah dan industri plastik, juga tanpa mendidik masyarakat untuk mengubah perilaku mereka,” kata Siddharth Ghanshyam Singh, manajer program di Center for Science and Environment.
Sikap Resisten Pelaku Industri
Larangan plastik pertama kali diusulkan pada 2016. Kemudian, pada 2018, Perdana Menteri Narendra Modi berjanji untuk menghapus plastik sekali pakai pada akhir 2022. Pemerintah juga memberi tahu pelaku bisnis tentang larangan penggunaan plastik tersebut setahun sebelum peraturan dimulai.
Namun, industri masih belum siap. Pelaku industri besar seperti Confederation of All India Traders (CAIT), Parle Agro, Dabur, Amul, Coca-Cola, dan lainnya meminta penangguhan atau pengecualian.
Meskipun ada waktu untuk bersiap-siap, belum ada investasi yang cukup untuk menciptakan alternatif yang terjangkau dan lebih berkelanjutan. Menurut Praveen Aggarwal dari Aliansi Aksi untuk Daur Ulang Karton Minuman, produsen plastik biodegradable di India hanya dapat memenuhi 8% dari permintaan nasional.
Masa Depan yang Lebih Baik
Masih banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan polusi plastik. India berencana untuk memperpanjang larangan penggunaan kantong plastik yang lebih tebal pada akhir tahun 2022. Awal tahun ini, pada bulan Maret, negara-negara di seluruh dunia berkomitmen pada resolusi bersejarah untuk Mengakhiri Polusi Plastik di Majelis Lingkungan PBB (UNEA-5) di Nairobi. Resolusi tersebut membahas siklus plastik dan akan membentuk perjanjian internasional yang mengikat secara hukum pada tahun 2024.
Editor & Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat konten ini bermanfaat untuk Anda secara pribadi dan profesional, join Membership Individu Tahunan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses online tanpa batas ke semua kabar dan cerita, termasuk Konten Eksklusif yang menampilkan wawasan pembangunan berkelanjutan dan keberlanjutan dari multi-stakeholder di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Ia adalah seorang penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif berpengalaman dengan portofolio selama hampir satu dekade.