Degradasi Sungai dan Petaka Lain Akibat Mencairnya Permafrost
Sepanjang sejarah kehidupan, sungai merupakan sumber daya penting, yang menyediakan air dan makanan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai juga merupakan rumah bagi berbagai spesies akuatik dan makhluk lain yang hidup di sepanjang tepi sungai. Namun, perubahan iklim telah menimbulkan ancaman serius terhadap sungai. Di Arktik, mencairnya permafrost menyebabkan degradasi sungai dan banyak dampak lainnya.
Permafrost dan Pemanasan Global
Permafrost (ibun abadi) adalah tanah dengan sedimen yang tetap membeku selama ratusan ribu tahun dan sebagian besar ditemukan di Belahan Bumi Utara. Ibun abadi terbentuk ketika air di dalam tanah berubah menjadi es dan memerangkap bahan organik dan gas.
Tanah di wilayah ibun abadi utara mengandung sekitar 1.460-1.600 miliar metrik ton karbon organik. Jumlah tersebut sekitar dua kali lipat jumlah karbon yang ada di atmosfer saat ini. Ketika Arktik menghangat dan permafrost mencair, reservoir karbon yang sensitif terhadap iklim ini akan menjadi rentan.
Arktik telah mengalami pemanasan empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia, yang menyebabkan permafrost mencair dengan cepat. Mencairnya permafrost akan menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, salah satuanya pelepasan karbon dari bahan organik yang sebelumnya membeku. Ketika terkena suhu yang lebih hangat, bahan organik tersebut akan terurai. Dalam prosesnya, karbon dioksida dan metana akan dilepaskan, yang merupakan gas rumah kaca kuat yang mempercepat pemanasan global.
Mencairnya Permafrost dan Degradasi Sungai
Selain itu, pencairan lapisan es meningkatkan aliran air melalui tanah. Akibatnya, bahan kimia dan logam yang tersimpan di dalam tanah terbawa oleh air, sehingga mengubah kualitas air sungai dan berpotensi berdampak pada ekosistem dan pasokan air.
Di Alaska, para peneliti telah mengamati melalui citra satelit keberadaan sungai berwarna karat. Fenomena ini pertama kali tercatat pada tahun 2018 dan dikaitkan dengan mencairnya permafrost. Hingga Mei 2024, para peneliti telah mengidentifikasi 75 sungai dan aliran sungai yang berubah warna menjadi oranye. Beberapa di antaranya telah ternoda begitu dalam sehingga tampilan barunya yang berkarat terlihat bahkan dalam gambar yang diambil dari luar angkasa.
Permafrost yang mencair akan melepaskan asam dan logam seperti nikel, tembaga, dan besi ke dalam air dan udara. Logam-logam ini, terutama besi, mengalami proses karatan bila terkena air dan oksigen sehingga membuat sungai berwarna oranye kecoklatan dan berlumpur.
Kehadiran asam sulfat dan logam dapat mengubah air tawar menjadi asam seperti cuka. Keadaan air seperti ini dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan, hewan, dan manusia bila dikonsumsi atau disentuh berulang kali. Sungai-sungai, yang kini lebih asam dan mengandung logam, menimbulkan ancaman fatal bagi satwa liar dan masyarakat lokal.
Mendorong Aksi
Jon O’Donnell, ahli ekologi terkemuka dalam penelitian sungai Alaska, menyatakan bahwa kejadian ini berpotensi meluas. Ia menjelaskan, “Seiring dengan pemanasan iklim, kami mengantisipasi pencairan permafrost akan terus berlanjut, yang berarti di mana pun mineral-mineral ini berada, ada kemungkinan aliran sungai akan berubah warna menjadi oranye dan terdegradasi.”
Selain degradasi sungai, mencairnya permafrost juga menyebabkan banjir, krisis air, dan pelepasan gas rumah kaca yang sebelumnya membeku serta patogen yang berpotensi berbahaya. Dampak yang terus berlanjut ini menimbulkan ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup dan kesejahteraan manusia, keanekaragaman hayati, dan bahkan Bumi.
Dengan situasi ini, membatasi kenaikan suhu global tetap 1,5°C mesti menjadi prioritas karena setiap peningkatan yang sangat kecil dapat mengakibatkan kerusakan seperti yang disebabkan oleh mencairnya permafrost di Arktik. Selain dekarbonisasi sebagai langkah utama, langkah-langkah pencegahan untuk menahan pencairan permafrost dan melestarikan sungai juga harus dilakukan. Tak hanya itu, penting juga membangun sistem untuk melindungi komunitas lokal dan satwa liar yang hidup di dalam dan sekitar ekosistem sungai. Terakhir, penelitian dan intervensi kebijakan yang berkelanjutan sangat penting untuk mengatasi masalah ini secara efektif demi keberlanjutan permafrost, sungai, dan semua yang bergantung padanya.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.