Mendukung Hak-Hak Difabel melalui Seni dan Kreativitas
Kehidupan ini dipenuhi dengan keberagaman yang mestinya saling melengkapi dan mewarnai. Namun, sebagian orang atau kelompok masih mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak adil, serta termarjinalkan dalam tatanan masyarakat, terutama orang-orang dengan disabilitas atau difabel. Kini, berbagai pihak mulai memiliki kesadaran dan tergerak untuk mewujudkan kesetaraan dan inklusivitas yang merangkul semua. Terkait hal ini, seni dan kreativitas dapat menjadi sarana potensial untuk mendukung suara dan hak-hak difabel.
Diskriminasi hingga Olok-olok
Sekitar 8,5-10% dari total populasi Indonesia merupakan orang-orang dengan disabilitas. Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk dengan disabilitas cukup signifikan. Namun sayangnya, orang-orang dengan disabilitas masih kerap mengalami diskriminasi dalam berbagai bentuk, di berbagai sektor, dan di berbagai lingkungan, dan semuanya terjadi tanpa mengenal batas usia.
Misalnya, banyak anak-anak dengan disabilitas yang kesulitan untuk mengenyam pendidikan di sekolah karena kondisi disabilitas mereka. Catatan tahunan FORMASI Disabilitas merekam banyaknya kasus sekolah yang tidak mau menerima anak dengan disabilitas. Banyak pula anak-anak dengan disabilitas yang mengalami kekerasan, baik di lingkungan keluarga mereka sendiri maupun di luar.
Sedihnya, kondisi seperti itu terus berlanjut hingga mereka dewasa. Orang-orang dewasa dengan disabilitas banyak yang mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil di tengah masyarakat. Di sektor ketenagakerjaan, misalnya, banyak difabel yang kesulitan untuk memperoleh pekerjaan sehingga mereka terjerembab ke dalam lembah pengangguran. Kondisi ini umumnya berdampak pada kehidupan mereka di dalam keluarga, dimana mereka sering dianggap sebagai beban.
Selain mengalami diskriminasi dan termarjinalkan, orang-orang dengan disabilitas juga kerap menjadi bahan olok-olok di tengah masyarakat, termasuk saat mereka masih kecil oleh teman-teman nondifabel sebaya mereka.
Seni dan Kreativitas untuk Dukung Hak-Hak Difabel
Ada banyak jalan untuk mendukung hak-hak difabel yang dapat kita lakukan. Seni dan kreativitas merupakan salah satu sarana yang belakangan banyak dimanfaatkan.
Dalam dunia perfilman, misalnya. Dalam beberapa tahun terakhir telah bermunculan film-film yang mengampanyekan pentingnya menghargai dan mendukung suara dan hak-hak difabel, termasuk dalam proses penggarapannya yang melibatkan orang-orang dengan disabilitas. Salah satunya adalah Sundul Langit, yang disutradarai oleh Basuki, seorang difabel netra dari Komunitas Sahabat Mata di Semarang, dengan naskah yang ditulis oleh seorang Tuli. Menceritakan tentang seorang siswi Tuli yang kerap menghadapi perundungan dari teman-temannya yang nondifabel hingga membuatnya tidak masuk sekolah selama beberapa waktu, film tersebut ditutup dengan permohonan maaf para pelaku perundungan saat si tokoh utama kembali ke sekolah.
Film tersebut menuai sorotan dalam acara “Our Rights, Our Future Film Tour” yang diselenggarakan oleh Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia (UNIC) dan Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) pada 5-7 Desember 2024. Acara bertajuk “Empowered Persons with Disabilities, Inclusivity for All” tersebut juga menampilkan peragaan busana oleh difabel-difabel dari Komunitas Layak sebagai bentuk kampanye kesetaraan dalam dunia fesyen.
Kemudian dalam dunia seni rupa. Di Yogyakarta, kini muncul Equalitera Artspace, sebuah galeri seni yang mewadahi karya-karya dari seniman difabel, sebagai respons atas kurangnya inklusivitas dalam dunia seni rupa selama ini. Mengusung prinsip kesetaraan dan inklusivitas, galeri seni tersebut juga mewadahi karya-karya dari seniman nondifabel.
Dalam dunia sastra, juga telah ada beberapa komunitas yang mengusung inklusivitas dalam aktivitas mereka. Difalitera di Surakarta, contohnya, yang menyediakan karya-karya sastra dalam bentuk suara untuk membantu orang-orang dengan disabiltas netra menikmati berbagai cerita dari berbagai penjuru. Tidak hanya dalam bahasa Indonesia, komunitas ini juga menyediakan karya-karya sastra suara dalam beragam bahasa daerah.
Pekerjaan yang Layak untuk Difabel
Mewujudkan inklusivitas tidak boleh berhenti pada perkara-perkara aksesibilitas terhadap layanan dasar dan fasilitas umum serta pemberian ruang-ruang publik yang setara, tetapi mesti sampai ke hal-hal fundamental yang menentukan kesejahteraan seseorang. Dalam hal ini, akses dan kesempatan yang setara ke lapangan pekerjaan adalah salah satunya. Namun, yang lebih progresif adalah mewujudkan pekerjaan yang layak untuk orang-orang dengan disabilitas. Dengan masih banyaknya difabel yang hidup dalam pengangguran hingga saat ini, hal ini menggarisbawahi bahwa jalan menuju ke arah sana masih panjang dan terjal.
Selain seni dan kreativitas, jalan-jalan lain yang potensial dan efektif juga mesti diupayakan. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus bahu membahu dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kesetaraan, serta meningkatkan dan memperluas aksi-aksi yang lebih progresif dan signifikan untuk mewujudkannya.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.