Urgensi untuk Meningkatkan Dukungan bagi Ibu Menyusui
Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi terbaik bagi bayi. Agar pemberian ASI dapat berjalan lancar, setiap ibu membutuhkan dukungan yang memadai untuk menyusui kapanpun dan dimanapun. Namun kenyataannya, masih banyak ibu yang menghadapi berbagai hambatan untuk menyusui dengan tenang dan nyaman. Demi mendukung kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan dukungan bagi setiap ibu menyusui adalah sebuah urgensi.
Hambatan yang Sering Dihadapi Ibu Menyusui
Meskipun menyusui telah diakui sebagai proses alami yang penting dan bermanfaat, banyak ibu mengalami berbagai hambatan yang mengganggu kelancaran proses pemberian ASI, termasuk ASI eksklusif yang dianjurkan selama 6 bulan pertama sejak kelahiran anak. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya dukungan di tempat kerja, antara lain waktu cuti yang tidak memadai serta fasilitas yang terbatas yang membuat ibu sulit untuk menyusui atau memompa ASI dengan nyaman.
Di Indonesia, masih banyak tempat kerja yang belum menyediakan ruang laktasi dan fleksibilitas waktu yang diperlukan, yang dapat menyebabkan stres tambahan bagi ibu dan berpotensi mempengaruhi produksi ASI. Banyak pula ibu pekerja yang mengalami kesulitan untuk memperoleh cuti melahirkan. Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan gaji masih kerap menghantui pekerja perempuan. Pada banyak kasus, ibu menyusui bahkan sering mendapatkan perlakuan yang sama dengan karyawan lain dalam hal beban kerja.
Tidak hanya tentang ibu pekerja, ibu non-pekerja atau ibu secara umum juga masih menghadapi berbagai hambatan yang tidak kalah serius. Banyak ibu menghadapi ketidaknyamanan dan tekanan emosional karena stigma sosial yang menganggap menyusui di tempat umum sebagai tindakan yang kurang patut. Persepsi negatif tentang menyusui turut mempengaruhi motivasi ibu dan menghambat mereka untuk menjalani pengalaman menyusui yang optimal. Stigma ini sering membuat ibu merasa tertekan dan terpaksa menyusui secara sembunyi-sembunyi atau bahkan berhenti menyusui lebih awal.
Kurangnya pengetahuan tentang manfaat menyusui dan lemahnya perspektif gender di kalangan masyarakat; tekanan untuk menggunakan susu formula; serta kurangnya layanan kesehatan yang mendukung ibu menyusui; juga merupakan sejumlah hambatan yang tidak kalah serius.
Kondisi di Indonesia
Di Indonesia, terdapat peningkatan pemberian ASI eksklusif (ASIX) selama 6 bulan pertama kehidupan seorang anak, dari 52% pada tahun 2017 menjadi 68% pada tahun 2023. Namun, pemberian ASI eksklusif cenderung mengalami penurunan seiring pertambahan usia bayi. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan bahwa untuk anak usia di bawah satu bulan persentasenya memang lumayan tinggi, yakni 67%. Namun, angka ini kemudian berkurang menjadi 55% pada anak usia 2-3 bulan, dan menurun lagi menjadi hanya 38% pada anak usia 4-5 bulan.
Selain itu, masih terdapat tantangan signifikan pada tahap bayi baru lahir. Survei Kesehatan Nasional 2023 menemukan bahwa hanya 27% bayi baru lahir yang menerima ASI pada jam pertama. Satu dari lima bayi diberi makanan atau cairan selain ASI dalam tiga hari pertama, dan hanya 14% yang mengalami kontak kulit ke kulit setidaknya selama satu jam segera setelah lahir.
Pentingnya Menyusui
Menyusui merupakan salah satu cara paling efektif untuk menjamin kesehatan dan kelangsungan hidup anak. WHO memperkirakan bahwa pemberian ASI yang tidak memadai menyebabkan 16% kematian anak setiap tahunnya. Di sisi lain, anak-anak yang memperoleh ASI yang optimal memiliki kinerja lebih baik dalam tes kecerdasan dan kecil kemungkinan mengalami obesitas dan diabetes di kemudian hari. Selain itu, ibu yang menyusui juga memiliki risiko lebih rendah terkena kanker, tekanan darah tinggi, dan diabetes tipe 2.
Pemberian ASI yang optimal dapat menyelamatkan nyawa lebih dari 820.000 anak di bawah usia lima tahun setiap tahun dan mencegah 20.000 kasus kanker payudara pada perempuan setiap tahunnya. Oleh karena itu, konseling menyusui yang berkualitas oleh petugas kesehatan masyarakat, konselor sebaya, perawat, bidan, konselor laktasi, atau penyedia layanan kesehatan lainnya selama kehamilan dan pascapersalinan sangat penting untuk meningkatkan angka pemberian ASI. Ibu juga memerlukan dukungan, waktu, dan ruang yang memadai untuk menyusui dengan optimal setelah melahirkan.
Sistem kesehatan juga perlu memperkuat penerapan dan pemantauan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI, yang dirancang untuk melindungi dan mempromosikan pemberian ASI, dan untuk memastikan penggunaan pengganti ASI yang tepat.
“Saat ini, 90% dari semua persalinan di Indonesia dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, tetapi hanya sekitar satu dari empat bayi baru lahir yang menerima ASI dalam jam pertama setelah persalinan,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Untuk menutup kesenjangan tersebut, WHO berkomitmen untuk mendukung Kementerian Kesehatan dalam mengintegrasikan bantuan menyusui ke dalam semua fasilitas perawatan ibu dan bayi baru lahir, guna memastikan bahwa setiap anak menerima awal kehidupan yang terbaik.”
Meningkatkan Dukungan bagi Ibu Menyusui
Selama Pekan ASI Sedunia 2024, yang diperingati pada 1-7 Agustus, UNICEF dan WHO menyerukan tindakan khusus oleh pemerintah – baik nasional maupun daerah – dan para pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan dukungan bagi ibu menyusui, yaitu:
- Terapkan ‘Sepuluh Langkah Menuju Menyusui yang Sukses’ dari Inisiatif Rumah Sakit Ramah Bayi – paket kebijakan dan prosedur yang harus diikuti di semua fasilitas bersalin untuk mendukung inisiasi menyusui.
- Sertakan pendidikan dasar menyusui dalam pelatihan semua penyedia layanan kesehatan, seperti dokter, bidan, perawat, ahli gizi, dan ahli diet.
- Tingkatkan investasi dalam menyusui dan sertakan pendanaan untuk menerapkan Kode Pemasaran Pengganti ASI melalui peraturan nasional yang dapat ditegakkan secara hukum dengan mekanisme pemantauan independen dan sanksi pencegahan.
- Kebijakan dan sikap yang menghormati perempuan dan aktivitas menyusui.
- Sistem layanan kesehatan yang ramah terhadap perempuan dan ibu menyusui.
- Menghormati otonomi perempuan dan haknya untuk menyusui kapan saja dan di mana saja.
- Solidaritas dan dukungan masyarakat.
Mengusung tema “Menutup Kesenjangan: Dukungan Menyusui untuk Semua”, Pekan ASI Sedunia 2024 mengampanyekan hal-hal berikut untuk mendukung ibu-ibu menyusui:
“Menyusui sering disebut sebagai vaksin pertama bagi bayi karena memberikan semua nutrisi penting yang dibutuhkan bayi di bulan-bulan pertama kehidupannya, melindungi mereka dari penyakit menular, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka,” kata Maniza Zaman, Perwakilan UNICEF Indonesia. “Agar ibu dapat mempraktikkan pemberian ASI eksklusif sejak dini, mereka perlu mendapat dukungan penuh dari keluarga, petugas kesehatan, anggota masyarakat, dan tokoh masyarakat, sejak anak lahir.”
Para ibu membutuhkan dukungan untuk menyusui kapan saja dan di mana saja, dimana menyusui menjadi hal yang lumrah dan tidak dipandang negatif dalam kehidupan publik. Ibu menyusui juga perlu mendapatkan hak cuti hamil yang efektif yang tidak memaksa mereka untuk memilih antara keluarga atau pekerjaan, serta membutuhkan tenaga kesehatan terlatih dan terampil yang dapat memberikan dukungan menyusui yang bermanfaat dan penuh rasa hormat. Tentunya, dukungan dari pasangan untuk menanggung beban pengasuhan bersama-sama, serta dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat akan membuat ibu lebih mudah menjalani pengalaman menyusui.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.