Dampak ‘Formalisasi’ Pekerja Ekonomi Gig dan Pentingnya Kebijakan Perlindungan

Foto: Sabda Rhamadhoni di Unsplash.
Pengangguran dan kemiskinan telah menjadi masalah mendesak di Indonesia hingga hari ini. Ketika teknologi terus berkembang, kehadiran berbagai platform online turut membantu mengatasi dua masalah yang saling berkelindan tersebut secara signifikan melalui pekerjaan ekonomi gig. Namun, “formalisasi” dalam sektor ekonomi gig berbasis teknologi digital di Indonesia telah menghadirkan risiko dan tantangan tersendiri bagi para pekerja yang bergelut di dalamnya.
Potret Pekerja Gig di Indonesia
Secara sederhana, ekonomi gig merujuk pada pasar tenaga kerja yang ditandai oleh pekerjaan yang bersifat lepas dan jangka pendek, dimana seseorang memperoleh pendapatan dengan menyediakan layanan atau barang sesuai permintaan. Di Indonesia, kehadiran pekerja ekonomi gig paling signifikan ditandai oleh adanya pengemudi transportasi online dan kurir toko online, meskipun tenaga kerja lepas atau freelancer di berbagai bidang juga banyak bermunculan.
Meski berkontribusi terhadap pengurangan angka pengangguran dan pemberantasan kemiskinan, para pekerja ekonomi gig di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:
- Rentan terhadap ketidakpastian dan guncangan ekonomi.
- Lemahnya perlindungan sosial dan kesejahteraan.
- Rentan terjebak dalam low-skilled labor trap (pekerjaan dengan keterampilan rendah)
- Rentan terhadap stres dan waktu kerja yang terlalu panjang.
Dampak “Formalisasi” Pekerja Ekonomi Gig
Laporan CELIOS mengungkap bahwa dengan dukungan teknologi digital yang semakin berkembang, ekonomi gig telah membantu menekan angka pengangguran secara signifikan, terutama di wilayah-wilayah dimana terdapat platform online yang menawarkan pekerjaan gig. Selain itu, ekonomi gig juga menawarkan pekerjaan yang lebih terstruktur dengan tetap memberikan fleksibilitas. Namun, pada saat yang sama, “formalisasi” pekerja ekonomi gig di Indonesia, yang lebih berupa peralihan dari informal ke semi-formal, juga menimbulkan berbagai dampak serius. Beberapa di antaranya:
- Berkurangnya manfaat ekonomi gig. Platform gig telah terbukti mengurangi tingkat pengangguran yang cukup signifikan di kota/kabupaten yang terlayani platform gig. Formalisasi pekerja gig akan membuat manfaat ekonomi gig menjadi terbatas pada wilayah tertentu.
- Terbatasnya penurunan kemiskinan. Platform gig juga mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan adanya formalisasi, potensi ekonomi gig dalam mengurangi angka kemiskinan menjadi terbatas.
- Hilangnya fleksibilitas. Banyak pekerja gig memilih model kerja ini karena memungkinkan mereka untuk menyeimbangkan komitmen lain seperti studi, pengasuhan anak, atau bahkan pekerjaan lain. Dengan adanya formalisasi, para pekerja gig mungkin diwajibkan untuk mengikuti jam kerja tertentu yang bersifat tetap dan reguler, dan ini bisa bertentangan dengan kebutuhan dan preferensi mereka.
- Hilangnya kebebasan memilih lokasi kerja. Ketika formalisasi mengharuskan pekerja gig untuk bekerja di lokasi tertentu, hal ini bisa mengurangi daya tarik pekerjaan tersebut, terutama bagi mereka yang mengandalkan pekerjaan gig untuk bekerja dari rumah atau lokasi yang berbeda.
Meningkatkan Kapasitas dan Perlindungan
Seperti halnya pekerja di sektor informal, pekerja ekonomi gig seringkali tidak memiliki jaring pengaman sosial. Adanya kerentanan pekerja ekonomi gig untuk terjebak dalam low-skiled labor trap juga akan menghambat pekerja gig untuk mendapatkan kesejahteraan yang optimal. Oleh karena itu, selain meningkatkan perlindungan sosial, iklim sektor gig mesti mengutamakan pemberdayaan dan pengembangan kapasitas pekerja gig agar para pekerja gig siap untuk masuk ke sektor ekonomi yang lebih formal dan berkelanjutan.
Laporan tersebut menekankan pentingnya kebijakan yang mendorong peningkatan kapasitas pekerja gig, terutama yang berpendidikan rendah, melalui berbagai kebijakan seperti mendorong pekerja gig mengikuti program kejar paket sekolah, mengembangkan pelatihan dan pengembangan bisnis yang sesuai dengan kemampuan, dan mengembangkan forum pekerja gig. Selain itu, laporan tersebut juga merekomendasikan kebijakan yang mendorong industri untuk berkontribusi pada dana perlindungan sosial pekerja gig tanpa membebani operasional perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong skema asuransi kesehatan yang menawarkan premi yang proporsional, melakukan kerja sama dengan platform gig untuk integrasi sistem pembayaran premi otomatis dan terjangkau, dan mendorong rumusan kebijakan yang inklusif dan terbuka.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan AndaAmar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.