4 Tips Rayakan Lebaran dengan Lebih Ramah Lingkungan
Setelah berpuasa selama sebulan, umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Idul Fitri atau Lebaran. Namun, tidak semuanya menjalani lebaran ramah lingkungan. Secara umum, perayaan Lebaran kerap identik dengan pesta—dengan pawai kendaraan di jalanan, makan-makan besar, hingga pesta kembang api. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, ada pula tradisi pulang kampung atau mudik dan belanja baju Lebaran.
Lebaran yang Lebih Ramah Lingkungan
Sepintas, seluruh bentuk perayaan Lebaran tersebut terlihat wajar. Namun perlu diingat bahwa di balik semarak perayaan itu, ada dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan yang mengintai. Dampak buruk tersebut sebenarnya dapat kita cegah tanpa harus mengurangi kegembiraan di momen Lebaran.
Berikut empat tips merayakan Lebaran yang lebih ramah lingkungan agar kita dapat tetap melindungi Bumi dan menjaga kesehatan kita.
- Gunakan Kendaraan Umum saat Mudik
Setiap tahun, perayaan Lebaran biasanya sudah dimulai sejak beberapa hari sebelum hari H. Hal itu salah satunya tampak dari mobilitas masyarakat pengguna kendaraan di jalanan menjelang Lebaran. Di berbagai tempat, orang-orang bersiap-siap membereskan berbagai urusan sebelum hari Lebaran tiba. Pada saat yang sama, gelombang mudik menimbulkan kemacetan di jalanan dengan kendaraan yang mayoritas saat ini masih berbahan bakar fosil.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, kemacetan pada musim mudik Lebaran menyebabkan peningkatan polusi yang cukup signifikan. Pada Lebaran 2022, misalnya, konsentrasi PM10 dan PM2.5 di Jakarta meningkat sejak H-2 di mana sekitar 85,5 juta orang meninggalkan Jakarta untuk mudik. Mayoritas mereka menggunakan mobil dan sepeda motor pribadi untuk menuju kampung halaman.
Meskipun saat hari H Lebaran tingkat polusi di Jakarta menurun, tetapi itu bukan berarti polusi tidak ada. Polusi di Jakarta hanya berpindah ke desa-desa, dibawa oleh masyarakat Jakarta yang pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Untuk mengurangi dampak lingkungan Lebaran, penting bagi kita untuk mulai memanfaatkan kendaraan umum saat mudik. Namun, seluruh stakeholder terkait mesti mendukung langkah ini. Ketersediaan moda transportasi umum yang nyaman, terjangkau serta ramah lingkungan, mulai dari kota hingga pelosok desa, menjadi syarat paling utama agar orang-orang mau beralih. Di samping itu, ketersediaan infrastruktur yang memadai dan merata juga merupakan hal pendukung yang mutlak.
- Hindari Pesta Kembang Api
Di sebagian tempat, ada orang-orang yang merayakan Lebaran dengan pesta kembang api, terutama pada malam Lebaran. Sepintas, menyalakan kembang api mungkin menyenangkan dan seru. Tetapi, logam dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya cukup berbahaya.
Sebuah penelitian mengungkap bahwa konsentrasi PM10 meningkat hingga 81% lebih banyak saat malam pesta kembang api dibanding hari-hari biasanya. Kembang api mengandung logam dan bahan kimia berbahaya seperti garam Litium (Li), garam sodium (Na), logam tembaga (Cu), barium (Ba), Kalsium (Ca) dan Strontium (Sr) untuk menghasilkan berbagai warna. Logam dan bahan peledak tersebut mengalami perubahan kimiawi ketika bertemu dengan oksigen di udara. Reaksi kimia ini kemudian akan melepas gas rumah kaca seperti karbon dioksida, karbon monoksida, serta nitrogen.
Setelah meledak, partikel-partikel logam dari kembang api tidak akan lenyap di udara. Partikel logam tersebut akan berubah menjadi partikel aerosol yang dapat mencemari udara, air, dan tanah. Partikel logam tersebut berbahaya jika terhirup dan dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Karenanya, menghindari pesta kembang api dapat membuat perayaan Lebaran jadi lebih ramah lingkungan.
- Kurangi Kebiasaan Belanja Baju Baru
Selama ini, ada semacam “tradisi” di tengah masyarakat untuk berbelanja baju baru untuk dipakai saat Lebaran. Tentu saja, membeli pakaian baru adalah hak semua orang dan itu baik untuk mendukung kebahagiaan.
Namun, di tengah perubahan iklim yang melanda dunia saat ini, kita perlu mempertimbangkan ulang saat hendak membeli pakaian baru setiap tahun untuk merayakan Lebaran. Sebab, limbah pakaian turut berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Industri pakaian menghasilkan 20 persen air limbah global setiap tahunnya dan menghasilkan satu truk sampah tekstil setiap detiknya. Pada 2019, produksi pakaian bertanggung jawab atas 8% emisi global.
Jika pakaian-pakaian Lebaran terdahulu masih baik kondisinya, tidak ada salahnya untuk memakainya kembali pada momen Lebaran tahun ini. Intinya, minimalkan pembelian pakaian baru untuk Lebaran selagi kita masih punya koleksi pakaian yang masih layak pakai.
- Cegah Sampah Makanan
Tak jauh berbeda dengan saat bulan Ramadan, pada momen Lebaran, umat Islam secara umum akan menyiapkan lebih banyak makanan untuk disantap. Namun, lebih banyak makanan berarti lebih besar potensi makanan yang tidak termakan dan berujung menjadi sampah. Hal ini perlu kita sadari dan antisipasi sejak dalam pikiran.
Penelitian Solid Waste and Public Cleansing Management Corporation (SWCorp) menunjukkan adanya peningkatan jumlah sampah makanan sekitar 15-20% selama musim perayaan di Malaysia, termasuk saat Lebaran. Sementara, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, 46,75% dari total sampah Indonesia merupakan sampah makanan. Sampah makanan berkontribusi signifikan dalam melepaskan emisi gas rumah kaca, terutama gas metana (CH4) yang dampaknya jauh lebih besar dibanding karbon dioksida (CO2) dalam menyebabkan pemanasan global.
Ada banyak cara sederhana yang dapat kita lakukan, di antaranya dengan memasak secukupnya, membagikan makanan kepada tetangga atau siapa pun yang membutuhkan, dan makan secukupnya. Selain dapat mencegah sampah makanan, makan secukupnya juga lebih baik untuk kesehatan.
Lebih lanjut, kita juga bisa mengolah sisa makanan atau makanan yang tidak termakan menjadi kompos. Atau, kita bisa menerapkan mindful eating atau makan secara sadar. Mindful eating membantu kita untuk mengendalikan porsi dan jenis makanan atau minuman yang akan kita konsumsi, serta mengatur perasaan kita saat makan. Selain itu, kita juga bisa mendonasikan makanan dan minuman kita yang berlebih kepada mereka yang membutuhkan melalui komunitas bank makanan (food bank).
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.