Skip to content
  • Tentang
  • GNA Advisory & Consulting
  • Kemitraan Iklan GNA
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Mendorong Perlindungan dan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis

Perlindungan serta pemberdayaan gelandangan dan pengemis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pemberantasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan.
Oleh Abul Muamar
24 Mei 2024
seorang laki-laki dengan tubuh dicat silver memegang kotak di jalan

Manusia silver di jalan. | Foto: Ompia di Unsplash.

Saat berkendara di jalanan, Anda mungkin sering menyaksikan keberadaan gelandangan dan pengemis. Kadang mereka duduk lesu di pinggir jalan dengan penampilan kumal dan compang-camping; lain waktu mereka mengetuk kaca mobil Anda atau menghampiri sepeda motor Anda dan menyodorkan tangan, sekadar meminta uang recehan atau makanan. Malam hari, jika Anda menaruh perhatian lebih, Anda juga akan menyaksikan mereka tidur di emperan toko yang telah tutup atau di trotoar jalan.

Pertanyaannya: dimana posisi gelandangan dan pengemis dalam pembangunan berkelanjutan? Apa yang mesti dilakukan oleh semua pihak, terutama pemerintah, untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial ini?

Gelandangan dan Pengemis di Indonesia

Kementerian Sosial mendefinisikan gelandangan sebagai orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, serta tidak memiliki penghidupan dan tempat tinggal yang tetap. Gelandangan umumnya tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan sering hidup mengembara di tempat umum. Sementara itu, pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di tempat umum. Meski sering dibedakan, gelandangan dan pengemis pada dasarnya sama-sama tidak memiliki pekerjaan, dan banyak gelandangan yang juga menjadi pengemis untuk menyambung hidup.

Gelandangan dan pengemis dapat dijumpai di hampir setiap daerah di Indonesia, terutama di wilayah perkotaan. Mereka biasanya ada di persimpangan jalan, sebagian mengamen, dan akan menghampiri para pengendara ketika lampu lalu lintas sedang merah. Cara mereka mengemis atau mengamen bermacam-macam, namun belakangan, menjadi “manusia silver” atau memakai kostum badut dan boneka banyak menjadi pilihan. Tidak jarang, sebagian dari mereka merupakan anak-anak, bahkan pernah ada kasus dimana bayi dijadikan manusia silver untuk mengemis.

Menurut Kementerian Sosial, gelandangan dan pengemis termasuk kelompok Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), bersama dengan pemulung, manusia lanjut usia terlantar, fakir miskin, komunitas adat terpencil, anak-anak terlantar, dan 20 kelompok lainnya. Pada tahun 2019, jumlah gelandangan dan pengemis di Indonesia diperkirakan mencapai 5,84 juta jiwa. Sementara belum ada data yang lebih baru, angka tersebut kemungkinan lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya. 

Menegaskan Ketimpangan

seorang pengemis berkostum badut di pinggir jalan di dekat mobil
Foto: Ramzy Ali di Unsplash.

Masih banyaknya penduduk yang menjadi gelandangan, pengemis, dan kelompok PPKS lainnya merupakan persoalan serius dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan konstitusi. Keberadaan mereka mempertegas kemiskinan dan ketimpangan sosial yang terus berlanjut. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, namun kenyataannya, gelandangan dan pengemis masih tetap ada, menunjukkan bahwa tantangan ini belum berhasil diatasi secara menyeluruh. Jangan lupakan pula kenyataan bahwa gelandangan dan pengemis sering harus menahan lapar dan memakan makanan yang tidak layak. 

Permasalahan ini sekaligus memperlihatkan bahwa akses terhadap kesempatan dan sumber daya masih belum merata di Indonesia. Gelandangan dan pengemis seringkali berasal dari lapisan masyarakat yang kurang mampu, yang memiliki keterbatasan dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan. Keberadaan mereka mencerminkan ketidakmerataan distribusi sumber daya dan kesempatan yang ada di masyarakat.

Keberadaan gelandangan dan pengemis juga memperlihatkan kelemahan dalam kebijakan pembangunan sosial di Indonesia. Meskipun telah ada upaya-upaya untuk mengatasi masalah ini, penanganannya seringkali tidak menyentuh akar permasalahan. Di banyak kota, gelandangan dan pengemis biasanya hanya sebatas ditertibkan dan “dibina” agar mereka tidak terlihat di tempat-tempat umum karena dianggap mengganggu kenyamanan masyarakat.

Perlindungan dan Pemberdayaan

Menghapus kemiskinan, mengakhiri kelaparan, dan mengurangi ketimpangan dalam berbagai hal, merupakan beberapa target utama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Oleh karena itu, mengatasi persoalan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu aspek penting yang harus dilakukan untuk mencapai target-target tersebut. 

Sayangnya, jalan untuk mencapai tujuan tersebut masih panjang dan terjal. Misalnya, target penurunan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024 oleh pemerintah diperkirakan tidak akan tercapai. Begitu juga dengan target penurunan kemiskinan nasional menjadi 7,5 hingga 6,5 persen pada 2024, yang diprediksi meleset. Lapangan pekerjaan yang terbatas, biaya pendidikan yang tinggi, ditambah krisis iklim dan berbagai krisis lainnya yang terjadi secara global, turut memperburuk keadaan. 

Penanganan gelandangan dan pengemis merupakan suatu hal yang mendesak karena mereka merupakan kelompok rentan dan terpinggirkan dalam masyarakat. Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, untuk menciptakan program-program pembangunan berkelanjutan yang dapat melindungi, memberdayakan, dan menyediakan kesempatan bagi gelandangan dan pengemis untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Mengakui gelandangan dan pengemis sebagai warga negara, yang tidak sebatas menerbitkan kartu identitas untuk mereka, merupakan satu langkah awal yang berarti dalam memberikan perlindungan sosial bagi mereka. 

Selanjutnya, program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, pelatihan keterampilan, serta dukungan sosial dan psikologis perlu diperluas untuk membantu mereka dalam mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Dalam hal ini, pendekatan berbasis masyarakat sangat penting. Partisipasi masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta dalam upaya penanganan ini dapat meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan program-program yang dilakukan. Melalui kolaborasi, berbagai sumber daya dan pendekatan dapat digabungkan untuk mengatasi masalah kompleks ini dengan lebih efektif.

Dan yang tidak kalah penting, wawasan dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan untuk menghapus stigmatisasi terhadap gelandangan dan pengemis. Dengan demikian, penanganan gelandangan dan pengemis dalam kerangka pembangunan berkelanjutan tidak bersifat jangka pendek, melainkan dengan membangun masyarakat yang kokoh untuk menciptakan inklusi sosial dan kesejahteraan bersama.


Berlangganan GNA Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Abul Muamar
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Jerman Danai Proyek SETI untuk Dekarbonisasi Sektor Bangunan dan Industri di Indonesia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Memutus Lingkaran Setan Kekerasan dalam Pendidikan Dokter Spesialis
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kelindan Penurunan Angka Kelahiran dan Meningkatnya Biaya Hidup

Continue Reading

Sebelumnya: Inovasi Kelambu Berinsektisida Baru untuk Pencegahan Malaria
Berikutnya: Langkah Komunitas Energi Uni Eropa dalam Meningkatkan Akses Energi

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

seseorang memegang ponsel Mengulik Sistem Peringatan Dini Berbasis Ponsel
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Sistem Peringatan Dini Berbasis Ponsel

Oleh Kresentia Madina
11 Agustus 2025
seorang perempuan sedang menggoreng kerupuk yang ditaruh di atas tampah Mengulik Tantangan Pembiayaan Hijau untuk UMKM di Indonesia
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Mengulik Tantangan Pembiayaan Hijau untuk UMKM di Indonesia

Oleh Abul Muamar
10 Agustus 2025
tumpukan sampah yang menggunung di tempat terbuka Bagaimana Waste Crisis Center dapat Atasi Isu Pengelolaan Sampah
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Waste Crisis Center dapat Atasi Isu Pengelolaan Sampah

Oleh Seftyana Khairunisa
8 Agustus 2025
dua wanita Quechua duduk menghadap belakang di atas bukit berumput dengan latar belakang pegunungan Buen Vivir, Filosofi Masyarakat Adat di Pegunungan Andes yang Relevan di Tengah Krisis Ekologi
  • Kabar
  • Unggulan

Buen Vivir, Filosofi Masyarakat Adat di Pegunungan Andes yang Relevan di Tengah Krisis Ekologi

Oleh Attiatul Noor
8 Agustus 2025
Jalanan dengan mobil, pengendara motor, pengendara sepeda, dan orang-orang yang berjalan kaki di atasnya. Bagaimana Karakteristik Demografis Memengaruhi Emisi Karbon Individu
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Bagaimana Karakteristik Demografis Memengaruhi Emisi Karbon Individu

Oleh Andi Batara
7 Agustus 2025
deretan pohon tebu Mengulik Dampak Lingkungan dari Perkebunan Tebu Monokultur
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Dampak Lingkungan dari Perkebunan Tebu Monokultur

Oleh Seftyana Khairunisa
6 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Internship GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia