Menurunnya Jumlah Kelas Menengah dan Apa yang Perlu Dilakukan
Kesejahteraan merupakan fondasi untuk mencapai kehidupan yang layak dan bermartabat. Namun, mewujudkan kesejahteraan bagi semua masih menjadi salah satu isu utama hingga hari ini, dan tantangannya semakin meningkat seiring polikrisis yang terjadi di seluruh dunia. Di tengah upaya yang terus berlangsung, jumlah kelas menengah di Indonesia nyatanya menurun. Mengapa hal ini bisa terjadi dan apa yang perlu dilakukan atas keadaan ini?
Kelas Menengah dan Perannya
Bank Dunia mengklasifikasikan masyarakat ke dalam 5 kelompok kelas berdasarkan tingkat pendapatan: miskin, rentan miskin, menuju kelas menengah, kelas menengah, dan kelas atas. Kelas menengah adalah orang-orang dengan pengeluaran bulanan 3,5 hingga 17 kali lebih besar dari garis kemiskinan. Dengan acuan tersebut, kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp2,04 juta hingga Rp 9,9 juta per bulan.
Kelas menengah memiliki peran krusial bagi negara, menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Sebagai konsumen, kelas menengah mendorong permintaan barang dan jasa, yang berdampak pada peningkatan produksi dan penciptaan lapangan kerja. Laporan Bank Dunia bertajuk ”Aspiring Indonesian-Expanding the Middle Class” mengungkap bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 12% karena konsumsi kelas menengah. Kelas menengah juga berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, termasuk pajak, dengan sumbangsih sebesar 50,7 persen.
Selain itu, kelas menengah berperan penting dalam memajukan pendidikan, dan sering terlibat dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan di masyarakat. Kelas menengah juga berperan penting dalam mengawal dan memperkuat demokrasi. Dengan kesadaran politik, kelas menengah dapat lebih terlibat dalam proses dan dinamika politik dan mengadvokasi kebijakan yang mendukung kesejahteraan dan kepentingan masyarakat luas.
Menurunnya Jumlah Kelas Menengah
Namun, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya sejak tahun 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia terus menurun. Tren penurunan terutama dimulai sejak Pandemi COVID-19–yang dianggap sebagai salah satu faktor utamanya. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa jumlah kelas menengah pada tahun 2024 yakni 47,85 juta orang atau 17,13% dari total populasi Indonesia. Angka tersebut menurun cukup signifikan dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 57,33 juta orang (21,45% populasi). Artinya, dalam lima tahun, jumlah kelas menengah Indonesia berkurang sebanyak 9,48 juta orang.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam laporan Indonesia Economic Outlook 2024 for Q3 2024 bahkan memperkirakan jumlah kelas menengah menurun lebih dari 8,5 juta orang sejak tahun 2018. Menurut laporan tersebut, menurunnya jumlah kelas menengah ditandai oleh pergeseran prioritas pengeluaran yang semakin berfokus pada kebutuhan pokok seperti makanan, iuran/pajak, dan perumahan dan meninggalkan kebutuhan akan hiburan dan kebutuhan tersier lainnya.
Selain itu, penurunan kelas menengah juga disertai dengan pergeseran lapangan pekerjaan. Sejak tahun 2019, jumlah lapangan kerja formal untuk kelas menengah terus menurun, sementara lapangan kerja informal terus meningkat. Banyaknya kelas menengah yang bekerja di sektor informal, termasuk di sektor ekonomi gig, telah menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah kelas menengah, mengingat karakteristik pekerjaan sektor informal yang tidak memberikan jaminan perlindungan sosial.
Penurunan jumlah kelas menengah turut diperparah dengan adanya gelombang PHK besar-besaran yang beberapa kali terjadi sejak dan setelah Pandemi COVID-19. Pada tahun 2024, misalnya, hingga bulan Agustus, telah ada 46.240 orang yang dilaporkan kehilangan pekerjaan akibat PHK.
Berkurangnya jumlah penduduk kelas menengah merupakan masalah struktural serius dalam perekonomian Indonesia, yang mengisyaratkan pelemahan daya beli sekaligus kerentanan ekonomi masyarakat Indonesia terhadap guncangan dan krisis. Maraknya pengangguran dan melonjaknya jumlah penduduk usia kerja sementara lapangan kerja semakin terbatas dan kompetitif, juga dinilai sebagai salah satu penyebab utama penurunan jumlah kelas menengah.
Memperluas dan Memperkuat Kelas Menengah
Pandemi COVID-19 mempertegas bahwa kelas menengah juga termasuk kelompok yang rentan terhadap guncangan dan krisis. BPS bahkan menyebut bahwa kelas menengah di Indonesia lebih rentan untuk jatuh miskin dan ketimbang menjadi kaya. Di tengah meningkatnya biaya hidup, banyak penduduk kelas menengah di Indonesia yang harus banting tulang dalam bekerja, bahkan “gali lubang-tutup lubang” untuk sekadar memenuhi kebutuhan bulanan.
Oleh karena itu, perlu ada kebijakan atau program yang mendukung ketahanan ekonomi kelas menengah. Dalam hal ini, memperluas cakupan perlindungan sosial dapat menjadi salah satu langkah penting yang perlu diupayakan. Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan pendidikan berkualitas dan infrastruktur pendukung yang memadai serta mendorong penciptaan lapangan pekerjaan yang layak untuk semua.
Langkah lain yang patut dipetimbangkan adalah dengan menyediakan jaminan pendapatan dasar semesta atau Jamesta (Universal Basic Income/UBI) yang menawarkan pembayaran uang tunai reguler secara periodik kepada setiap orang tanpa memandang status ekonomi, pekerjaan, atau kondisi sosialnya. Jamesta juga dapat membantu mengatasi kesenjangan dengan memberikan pendapatan minimum kepada semua orang.
Memperluas dan memperkuat kelas menengah merupakan hal krusial untuk pemerataan kesejahteraan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Laporan Bank Dunia memberikan sejumlah rekomendasi untuk mewujudkan hal tersebut:
- Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan serta hasil pembelajaran siswa.
- Mewujudkan cakupan kesehatan semesta (universal health coverage) seraya meningkatkan dan memeratakan akses dan kualitas layanan kesehatan.
- Memperbaiki kebijakan dan administrasi pajak yang memungkinkan pemerintah untuk mengumpulkan lebih banyak dari kelas menengah dan berinvestasi dalam infrastruktur yang krusial untuk mendukung produktivitas.
- Memperkuat penyampaian layanan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan, kesehatan, air dan sanitasi.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.