Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Ekspor Pasir Laut dan Ancaman Kehancuran Ekosistem

Setelah 20 tahun dilarang, keran ekspor pasir laut kembali dibuka. Ancaman kerusakan ekosistem laut dan berbagai dampak lainnya kini mengintai.
Oleh Abul Muamar
18 September 2024
sejumlah kapal-kapal kecil di pantai

Foto: Andrea Huls Pareja di Unsplash.

Setiap entitas di Bumi memiliki perannya masing-masing, termasuk sumber daya yang ada di laut. Pasir laut, misalnya, memegang peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan pesisir. Oleh karena itu, pengerukan pasir laut secara masif dapat menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem, serta akan berdampak pada keanekaragaman hayati laut dan menimbulkan berbagai dampak sosial-ekonomi. Kini, ancaman itu mengintai di tengah kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut melalui sejumlah regulasi.

Pasir dan Dampak Pengerukan Skala Besar

Pasir memainkan peran penting bagi kehidupan manusia dan banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang konstruksi, pasir merupakan bahan utama pembuatan beton dan mortar yang dapat memberikan kekuatan dan kestabilan pada struktur bangunan. Pasir juga digunakan dalam pembuatan kaca, yang merupakan komponen penting dalam berbagai produk seperti botol, jendela, dan peralatan laboratorium.

Pasir telah menjadi sumber daya kedua yang paling dieksploitasi di dunia setelah air. Setiap tahunnya, sekitar 50 miliar ton pasir digunakan di seluruh dunia. Menurut laporan UNEP, ada berbagai dampak buruk dari penambangan pasir besar-besaran, antara lain menyebabkan erosi, hilangnya perlindungan terhadap gelombang badai, dan meningkatkan potensi kehilangan keanekaragaman hayati. Selain itu, pengerukan pasir skala besar juga akan menimbulkan ancaman terhadap mata pencaharian, pasokan air, produksi pangan, perikanan, hingga industri pariwisata.

Di Indonesia, pengerukan pasir laut di berbagai daerah telah menimbulkan berbagai dampak buruk terhadap lingkungan dan sosial masyarakat. Di Deliserdang, misalnya, maraknya pengerukan pasir laut menyebabkan terjadinya abrasi dan berkurangnya tangkapan ikan sehingga mengancam mata pencaharian nelayan setempat. 

Di Riau, penambangan pasir laut telah mengakibatkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Dari semula untuk mencegah pendangkalan laut, aktivitas penambangan pasir di wilayah tersebut pada akhirnya menjelma aktivitas masif untuk menghasilkan komoditas pasir skala besar. Di Kabupaten Takalar, penambangan pasir laut menyebabkan terganggunya aktivitas nelayan kecil karena adanya hilir mudik kegiatan perusahaan penambang pasir laut dan berdampak pada wilayah tangkapan ikan mereka.

Ekspor Pasir Laut

Setelah 20 tahun dilarang, ekspor pasir laut kembali terbuka melalui terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang mencabut Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Meski diklaim sebagai upaya keberlanjutan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut, PP 26/2023 ini dengan gamblang mengatur tentang ekspor pasir laut yang dinilai kontradiktif dengan klaim tersebut. Greenpeace menilai bahwa klaim tersebut merupakan bentuk greenwashing karena regulasi tersebut membuka peluang pengerukan pasir laut secara masif yang akan mendorong kerusakan ekosistem laut di berbagai wilayah, termasuk di pulau-pulau kecil Indonesia. 

Kebijakan tersebut kemudian dipertegas dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang barang yang dilarang untuk diekspor dan Permendag nomor 21 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan ekspor.

Menyusul terbitnya aturan tersebut, puluhan perusahaan pun kini berbondong-bondong mengurus perizinan pengelolaan pasir laut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Rekomendasi untuk Mencegah Kerusakan Ekosistem

Pada akhirnya, perlu diingat bahwa ekosistem laut menunjang kehidupan di darat, termasuk menyediakan 70% oksigen. Oleh karena itu, ekspor pasir laut, yang akan mendorong pengerukan pasir laut besar-besaran, tidak hanya akan menghancurkan kehidupan pesisir dan bawah laut, melainkan juga mengancam kehidupan manusia dan keanekaragaman hayati di darat. Pengerukan pasir secara masif juga akan mengancam keberadaan pulau-pulau kecil karena akan merusak kontur dasar laut. Organisasi WALHI menyebut bahwa “kita semua harus menangis ketika keran ekspor pasir laut dibuka”.

Laporan tersebut memberikan sepuluh rekomendasi untuk mencegah krisis pasir dan berbagai dampak yang dapat ditimbulkan, di antaranya:

  • Mengakui pasir sebagai sumber daya strategis yang memberikan jasa ekosistem penting.
  • Mengadopsi kebijakan dan kerangka hukum yang strategis dan terintegrasi secara horizontal, vertikal, dan interseksional.
  • Memetakan, memantau, dan melaporkan ketersediaan pasir untuk pengambilan keputusan yang transparan, berbasis ilmu pengetahuan, dan berdasarkan data. 
  • Mendorong efisiensi dan sirkularitas sumber daya pasir dengan mengurangi penggunaan pasir, menggantinya dengan alternatif lain yang layak, dan mendaur ulang produk yang terbuat dari pasir jika memungkinkan.
  • Menggunakan sumber daya pasir secara bertanggung jawab dengan secara aktif dan sadar melakukan pengadaan pasir dengan cara yang etis, berkelanjutan, dan sadar sosial.
  • Memulihkan ekosistem dan mengkompensasi kerugian yang tersisa dengan memajukan pengetahuan, mengarusutamakan mitigasi, dan mendorong solusi berbasis alam.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Demokrasi yang Cacat di Indonesia: Kebebasan Berpendapat di Bawah Ancaman Kekerasan Aparat
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ketimpangan, Pengangguran, hingga Korupsi yang Merajalela: 6 Isu Sosial yang Mendesak untuk Diatasi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Dunia yang Kian Gemerlap dan Kelap-kelip Kunang-Kunang yang Kian Lenyap
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Peta Jalan Dekarbonisasi Industri untuk Tekan Emisi di Subsektor Intensif-Energi

Continue Reading

Sebelumnya: Tekad Australia Wujudkan Sektor Penerbangan Berkelanjutan pada 2050
Berikutnya: Pakistan Tetapkan Kawasan Konservasi Laut untuk Tingkatkan Upaya Konservasi

Lihat Konten GNA Lainnya

kantor pelayanan publik dengan beberapa pengunjung yang mengantri di tempat duduk. GovTech AI dan Transformasi Digital di Sektor Pelayanan Publik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

GovTech AI dan Transformasi Digital di Sektor Pelayanan Publik

Oleh Seftyana Khairunisa
19 September 2025
padang rumput berwarna coklat di bawah langit biru Menilik Risiko Iklim di Australia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menilik Risiko Iklim di Australia

Oleh Kresentia Madina
19 September 2025
Beberapa perempuan Mollo sedang menenun Bagaimana Masyarakat Adat Mollo Hadapi Krisis Iklim dan Dampak Pertambangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Wawancara

Bagaimana Masyarakat Adat Mollo Hadapi Krisis Iklim dan Dampak Pertambangan

Oleh Andi Batara
18 September 2025
Seorang penyandang disabilitas di kursi roda sedang memegang bola basket di lapangan. Olahraga Inklusif sebagai Jalan Pemenuhan Hak dan Pemberdayaan Difabel
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Olahraga Inklusif sebagai Jalan Pemenuhan Hak dan Pemberdayaan Difabel

Oleh Attiatul Noor
18 September 2025
alat-alat makeup di dalam wadah Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
17 September 2025
kawanan gajah berjalan melintasi ladang hijau yang subur Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem

Oleh Kresentia Madina
17 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia