Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Memutus Lingkaran Setan Kekerasan dalam Pendidikan Dokter Spesialis

Memutus lingkaran setan kekerasan dalam pendidikan dokter spesialis adalah sebuah urgensi, bukan semata tentang keselamatan dan kesehatan para peserta didik dan upaya mencetak lebih banyak dokter spesialis, melainkan juga tentang perbaikan sistem layanan kesehatan.
Oleh Abul Muamar
17 Juli 2025
sebuah tangan dengan latar gelap

Foto: Ryunosuke Kikuno di Unsplash.

Bagi banyak orang, dokter spesialis adalah profesi yang disegani dan kerap dipandang tinggi. Namun selama bertahun-tahun, mungkin tidak banyak yang tahu kalau dalam proses pendidikan dokter spesialis di berbagai tempat, terdapat kekerasan yang berlangsung turun-temurun, diwariskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Syahdan, pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis dokter spesialis, terutama di luar Pulau Jawa dan di daerah-daerah terpencil. Melihat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan dokter spesialis, yang menyebabkan banyak korban yang akhirnya memilih keluar atau tidak melanjutkan studi, rasanya tidak berlebihan jika menyebut lingkaran setan kekerasan dalam pendidikan sebagai salah satu biang keladi di balik kekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia.

Perundungan dan Kekerasan dalam Pendidikan Dokter Spesialis

Pada 12 Agustus 2024, Aulia Risma Lestari, dokter residen asal Tegal yang menjadi salah satu mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro di RSUP Dr Kariadi, Semarang, meninggal dunia karena tekanan mental akibat perundungan yang sering dialaminya dari senior-seniornya. Dalam persidangan, terungkap bahwa perundungan terhadap Aulia melibatkan kekerasan fisik dan pemerasan mencapai ratusan juta rupiah, termasuk untuk keperluan makan dan rokok seniornya.

Di Bandung, Wildan Ahmad Furqon, yang pernah jadi peserta didik PPDS Ortopedi di RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengungkap pengalaman mengerikan yang ia alami. Selain mengalami perundungan fisik dan verbal hampir setiap hari—disuruh berdiri dengan satu kaki, push-up, berjalan jongkok, merangkak, dan mengangkat kursi lipat—ia juga diminta membayar jasa servis mobil dan keperluan hiburan para seniornya. Ia juga pernah dihukum menginap di rumah sakit selama satu bulan karena ketahuan pulang saat jam bertugas untuk menemani istrinya melahirkan. Semua kekerasan itu membuat Wildan akhirnya memilih mundur.

Sementara itu, di Palembang, seorang dokter residen PPDS Anestesi Universitas Sriwijaya menjadi korban kekerasan oleh dokter konsulen di RSUP Mohammad Hoesin. Ia dirawat di IGD karena testisnya mengalami hematoma akibat ditendang oleh dokter konsulen tersebut.

Itu hanya tiga kasus yang mengemuka. Faktanya, setidaknya terdapat 632 kasus perundungan dan kekerasan yang terjadi dalam lingkungan PPDS berdasarkan 2.668 pengaduan yang diterima oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam kurun waktu 20 Juli 2023 hingga 25 April 2025. Tidak hanya di rumah sakit umum pusat yang berada di bawah naungan Kemenkes, perundungan juga kerap terjadi di banyak rumah sakit umum daerah, RS swasta, puskesmas, dan klinik kesehatan. Yang mengkhawatirkan, kekerasan tersebut berlangsung turun temurun, dari senior terhadap junior dan berestafet ke angkatan berikutnya.

“Yang kita lihat itu hanya the tip of the ice. Di dalamnya itu banyak sekali, dan itu memang ditutup-tutupi. Saya merasakannya,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, 30 April 2025.

Buruknya Sistem Pendidikan dalam PPDS hingga Krisis Dokter Spesialis

Kemenkes beberapa kali menyebutkan bahwa Indonesia mengalami krisis dokter spesialis serta distribusi yang tidak merata selama puluhan tahun. Berdasarkan data tahun 2023, jumlah dokter spesialis di Indonesia sebanyak 51.949 orang, dengan mayoritas berada di Pulau Jawa. Untuk melayani 277,43 juta penduduk, Indonesia masih membutuhkan 25.732 dokter spesialis tambahan agar rasio dokter spesialis terhadap jumlah penduduk dapat tercapai sesuai rasio ideal yang ditetapkan oleh Bappenas, yakni 0,28 per 1.000 penduduk (28 dokter spesialis untuk 100.000 penduduk), tentu disertai dengan distribusi yang merata.

Terbatasnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS hingga tingginya biaya dan sistem pendidikan yang memberatkan disebut-sebut sebagai faktor utama dari isu ini. Namun, yang tak boleh diabaikan adalah buruknya sistem pendidikan dalam PPDS yang “melanggengkan” perundungan dan kekerasan. Pihak universitas maupun rumah sakit tempat PPDS berlangsung seringkali “lepas tangan” ketika terjadi kasus, menganggap bahwa semua itu di luar tanggung jawab dan urusan mereka. Akibatnya, tidak sedikit residen PPDS yang memilih keluar atau mundur di tengah jalan. Meski bukan satu-satunya faktor, permasalahan ini jelas berkontribusi dalam menyebabkan krisis dokter spesialis di Indonesia.

Sebagai respons atas permasalahan ini, pemerintah telah membentuk skema pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit, dan programnya telah diluncurkan sejak Mei 2024. Skema ini menitikberatkan pada perekrutan putra-putri daerah untuk mengisi kekosongan dokter spesialis di wilayah terpencil, dukungan biaya hidup untuk peserta selama masa pendidikan, pengawasan jam kerja maksimal 80 jam per minggu, serta transparansi seleksi dan evaluasi berbasis sistem digital untuk mencegah praktik perundungan hingga kekerasan.

Selain itu, pada tahun 2023, Kemenkes juga telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik pada rumah sakit pendidikan di lingkungan Kemenkes, didukung oleh sistem laporan perundungan online yang menjamin kerahasiaan identitas pelapor.

Namun, sampai sejauh ini, perundungan hingga kekerasan dalam PPDS masih terus berlanjut.

Mengakhiri Perundungan dan Kekerasan

Tidak ada kata lain: estafet perundungan dan kekerasan dalam pendidikan dokter spesialis harus segera diakhiri. Harus ada tindakan yang lebih berani, lebih tegas, dan lebih terbuka dari seluruh pihak terkait, khususnya rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan, universitas, dan Kemenkes. Mengakui adanya perundungan dan kekerasan yang berlangsung turun-temurun adalah langkah awal yang sangat penting. Selanjutnya, harus ada evaluasi menyeluruh dalam sistem pendidikan dokter spesialis untuk mengurai dan memecahkan permasalahan yang ada, dan duduk bersama merumuskan perbaikan sistemik agar pendidikan dokter spesialis menjadi lebih baik dan dapat melahirkan dokter-dokter spesialis yang andal, kompeten, berdedikasi, dan menjunjung tinggi kemanusiaan di atas segala kepentingan lainnya.

Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi yang lebih tegas terkait sistem dan proses pendidikan, sementara universitas dan rumah sakit harus menciptakan kultur pendidikan yang sehat dan humanis yang menghormati harkat dan martabat manusia, serta mengadopsi kebijakan nol toleransi terhadap kekerasan dalam bentuk apa pun.

Memutus lingkaran setan kekerasan dalam pendidikan dokter spesialis adalah sebuah urgensi, bukan semata tentang keselamatan dan kesehatan para peserta didik dan upaya mencetak lebih banyak dokter spesialis, melainkan juga tentang perbaikan sistem layanan kesehatan. Tentang kelahiran dokter-dokter spesialis yang andal, empatik, berwelas asih, sejahtera, serta sehat jiwa dan raganya. Tentang nasib kesehatan masyarakat Indonesia. Juga tentang penciptaan pekerjaan yang layak di dunia kedokteran.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Pembangunan Kawasan Industri Takalar

Continue Reading

Sebelumnya: Menengok Sekolah Terapung Bertenaga Surya di Bangladesh, Inisiatif Berbasis Komunitas di Tengah Krisis Iklim
Berikutnya: Jerman Danai Proyek SETI untuk Dekarbonisasi Sektor Bangunan dan Industri di Indonesia

Lihat Konten GNA Lainnya

Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025
siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025
fotodari atas udara mesin pemanen gabungan dan traktor dengan trailer yang bekerja di ladang yang berdekatan, satu berwarna hijau dan yang lainnya berwarna keemasan Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat

Oleh Kresentia Madina
24 Oktober 2025
Tiga anak sedang mengikuti lomba balap karung di antara balon yang tergantung, sementara dua anak di samping memberi taburan bedak. Mereka mengenakan kaos merah putih dan berada di jalan tanah di antara pepohonan. Memperkuat Pendidikan Nonformal untuk Perluas Akses Pendidikan bagi Semua
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Memperkuat Pendidikan Nonformal untuk Perluas Akses Pendidikan bagi Semua

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
23 Oktober 2025
Dua orang duduk di perahu menyusuri perairan dengan salah seorang menebar benih ikan. Memberdayakan Pembudidaya Ikan Skala Kecil untuk Akuakultur Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memberdayakan Pembudidaya Ikan Skala Kecil untuk Akuakultur Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
23 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia