Penebaran Benih Ikan Introduksi di Perairan Alami, Apa Dampaknya?

Foto: Bernard Dupont di Wikimedia Commons.
Keseimbangan ekosistem di suatu wilayah sangat bergantung pada keberadaan spesies asli (native) dan endemik wilayah tersebut. Oleh karena itu, kehadiran spesies introduksi harus dapat dikelola dengan baik agar tidak menjadi spesies invasif yang dapat mengancam kelestarian lingkungan dan spesies asli di habitatnya. Namun, hal ini tampaknya masih belum menjadi wawasan yang umum, termasuk di kalangan para pejabat pemerintahan di Indonesia. Di banyak daerah, para pejabat publik ramai-ramai melakukan penebaran benih ikan introduksi di perairan alami, khususnya ikan nila, dengan maksud meningkatkan produksi perikanan, membantu menyediakan mata pencaharian bagi penduduk lokal, dan mendukung ketahanan pangan.
Ikan Nila dan Ikan Introduksi Lainnya
Ikan introduksi merujuk pada ikan asing yang datang dari luar, baik dengan campur tangan manusia secara sengaja maupun tidak, dan masuk ke dalam perairan di suatu wilayah. Sederhananya, ikan introduksi adalah ikan pendatang, umumnya berupa ikan air tawar dan ikan hias.
Ada banyak jenis ikan introduksi di Indonesia. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila aslinya berasal dari Afrika bagian timur, dan telah diintroduksi ke Indonesia sejak tahun 1960-an, khususnya untuk mendorong produksi pangan. Namun, mungkin karena telah dikenal luas dan dapat dijumpai dengan mudah di banyak tempat, ikan ini sering dianggap bukan ikan pendatang, dan keberadaannya di perairan alami seperti sungai, danau, dsb, sering tidak dianggap sebagai ancaman.
Ikan asing air tawar lainnya yang juga cukup banyak ditemukan di perairan darat Indonesia adalah mujair (Oreochromis mossambicus), lele dumbo (Clarias gariepinus), dan ikan mas (Cyprinus carpio). Seperti halnya nila, ikan-ikan ini juga banyak diintroduksi untuk tujuan produksi dan keberadaannya di perairan alami seringkali dianggap bukan ancaman.
Selain ikan air tawar, ikan introduksi lainnya di Indonesia adalah ikan-ikan hias seperti koi (Cyprinus carpio), arwana brasil (Osteoglossum bicirrhosum), oscar (Astronotus ocellatus), cupang siam (Betta splendens), dan platy (Xiphophorus maculatus).
Dari Ikan Introduksi menjadi Ikan Invasif
Meskipun menyediakan berbagai manfaat, termasuk sebagai sumber pangan bernutrisi penting, ikan introduksi dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan ekosistem perairan alami, yang pada gilirannya juga berdampak terhadap manusia. Ikan introduksi umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, dapat berkembang biak dengan masif, dan memiliki sifat agresif. Karena sifatnya yang demikian, ikan introduksi dapat menyingkirkan ikan asli dalam persaingan perebutan makanan. Bahkan, beberapa spesies ikan introduksi menyerang dan memangsa ikan asli.
Tidak hanya itu, ikan introduksi juga berpotensi membawa penyakit yang akan mengancam kelestarian ikan asli. Dalam keadaan yang tak terkendali, ikan introduksi akan menjadi ikan invasif yang akan mengancam keanekaragaman hayati lokal. Sebagai contoh, di perairan Danau Toba, kehadiran ikan red devil (Amphilophus citrinellus) membuat ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis bleeker) yang merupakan spesies asli Danau Toba menjadi semakin sulit ditemukan.
Sebagai jenis ikan introduksi yang paling banyak dibawa di Indonesia, ikan nila juga telah menimbulkan dampak buruk di berbagai daerah. Di beberapa danau yang terdapat di pulau-pulau kecil Laut Jawa, ikan nila telah mengubah komposisi spesies dan struktur komunitas ikan, mengancam kelestarian ikan asli dan ikan endemik lokal, hingga mengubah kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Di Sungai Laine, Pulau Sangihe, keberadaan ikan nila telah mengancam keberlangsungan hidup ikan gobi air tawar (Scyopus auxilimentus) yang merupakan ikan asli di sungai tersebut.
Penebaran Benih Ikan Introduksi oleh Kalangan Pejabat
Hingga tahun 2025, beberapa spesies ikan introduksi masih sering dilepasliarkan secara masif dan serampangan di perairan alami. Dalam banyak kesempatan, pelakunya adalah para pejabat pemerintahan seperti kepala daerah tingkat kabupaten/kota dan provinsi dan jajarannya–meskipun banyak pihak lain yang juga melakukannya, termasuk dari kalangan bisnis dan masyarakat sipil.
Di Sulawesi Barat (Sulbar), misalnya, Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin bersama para pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Sulbar, beberapa kali melakukan penebaran puluhan ribu benih ikan nila di berbagai perairan alami di Sulbar, melibatkan siswa sekolah dan masyarakat umum. Salah satu penebaran dilakukan di Sungai Tasiu, Mamuju, yang juga melibatkan Bupati Mamuju.

Di banyak daerah lain, seperti di Kabupaten Tapanuli Selatan (Sumatera Utara), Kabupaten Sidenreng Rappang (Sulawesi Selatan), Kabupaten Kudus (Jawa Tengah), Kabupaten Bangka Tengah (Kepulauan Bangka Belitung), dan banyak lainnya, para pejabatnya juga melakukan hal yang sama.
Memperkuat Penegakan Hukum dan Meningkatkan Edukasi
Meski belum ada larangan mutlak mengenai penebaran spesies ikan introduksi di perairan alami di Indonesia, namun terdapat beberapa peraturan yang melarang pemasukan spesies ikan invasif yang membahayakan dan merugikan. Di antaranya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-KP/2014 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020. Mengingat spesies ikan introduksi memiliki potensi menjadi ikan invasif, terutama jika tidak ada pengawasan dan pengelolaan terhadap keberadaan dan pertumbuhannya di perairan alami, peraturan ini perlu diperkuat implementasinya untuk mencegah dampak yang tidak diinginkan.
Di samping itu, perlu ada peningkatan dan perluasan edukasi mengenai dampak spesies introduksi dan invasif, serta wawasan mengenai pengelolaannya, terutama di kalangan pejabat publik. Edukasi juga harus menyasar kalangan pelajar di semua tingkatan dan masyarakat umum secara keseluruhan, agar ada mekanisme kontrol yang lebih kuat ketika pemerintah melaksanakan suatu program yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Peningkatan kapasitas yang didukung dengan riset dan inovasi, serta tanggung jawab pemerintah dan para perumus kebijakan, adalah hal krusial dalam hal ini.

Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.