Penutupan TPA Open Dumping dan Dampak yang Mesti Diantisipasi

Sejumlah pemulung mengumpulkan sampah di TPA Terjun, Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara. | Foto: Abul Muamar.
Setiap hari, ribuan atau bahkan jutaan orang menghasilkan sampah beraneka jenis, mulai dari sampah makanan hingga sampah plastik. Umumnya, orang-orang hanya akan mengumpulkan sampah-sampah tersebut, membungkusnya di dalam kantong besar, sebelum kemudian diangkut oleh petugas pengangkut sampah, hingga berakhir di tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Demikian terus setiap hari hingga cepat atau lambat TPA tak lagi mampu menampung buangan sampah, seperti yang telah terjadi di berbagai daerah. Terkait hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup akan mempercepat penutupan TPA open dumping di seluruh daerah.
TPA Open Dumping dan Dampaknya
TPA open dumping merujuk pada sistem pengelolaan sampah dengan membuang sampah di lahan terbuka tanpa penutupan, pengamanan, atau perlakuan apapun. Open dumping telah dilarang berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 44 dan 45, yang menyatakan bahwa “pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka”, dan penutupan harus dilakukan dalam kurun waktu paling lama lima tahun sejak peraturan tersebut berlaku. Namun kenyataannya, hingga tahun 2025, masih ada ratusan TPA open dumping di berbagai daerah yang masih beroperasi.
Open dumping tidak lagi direkomendasikan karena membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Metode ini menyebabkan pencemaran lingkungan secara signifikan, terutama pencemaran tanah dan air akibat air lindi dan pencemaran udara karena bau dari sampah yang membusuk. Sampah yang menumpuk dan tidak terkelola juga melepaskan gas metana dalam jumlah besar, dan berkontribusi terhadap pemanasan suhu Bumi yang menyebabkan perubahan iklim. Selain itu, TPA open dumping juga menjadi tempat berkembang biaknya berbagai vektor penyakit seperti lalat, tikus, nyamuk, dan lainnya.
Maju-Mundur Penutupan TPA
Pada November 2024, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyampaikan rencana penutupan 306 dari 550 TPA yang masih menerapkan sistem open dumping sampai akhir tahun 2025. Rencana tersebut disertai dengan surat paksaan kepada 343 pemerintah daerah untuk segera menutup TPA open dumping di daerah masing-masing, serta pemberian sanksi kepada pengelola TPA yang melanggar. Selain itu, KLH juga menyurati 613 produsen besar untuk mempercepat penyelesaian peta jalan pengurangan sampah sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019.
“Kami sedang menyusun langkah-langkah penanganan kuratif terhadap seluruh sampah di Indonesia. Mungkin agak pahit, tapi memang itu harus kami lakukan,” kata Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup.
Instruksi penutupan TPA open dumping sejatinya telah disampaikan sejak tahun 2009 oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Namun, rencana penutupan maju-mundur karena berbagai faktor, terutama karena tidak adanya kesiapan dan kurangnya pengelolaan sampah solutif yang lebih efektif, ramah lingkungan, sekaligus berdampak baik bagi perekonomian masyarakat.
Menuju Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan
Penutupan TPA open dumping di seluruh daerah memang merupakan kabar baik, terutama dari aspek lingkungan hidup yang menunjang kesehatan masyarakat. Namun, langkah ini harus diantisipasi dengan metode pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Di antara berbagai metode baru yang muncul adalah Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang dianggap sebagai salah satu metode yang ramah lingkungan. Yang lebih transformatif adalah mengubah pendekatan pengelolaan sampah dengan mengurangi sampah dari sumbernya dan menerapkan prinsip “nol sampah ke TPA”. Memilah sampah dengan benar dan efektif dari rumah masing-masing adalah langkah yang sangat berarti yang dapat kita lakukan secara individu. Lebih dari itu, mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dan tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) di kalangan bisnis juga merupakan langkah yang sangat penting.
Namun penting juga diingat bahwa selama ini, TPA merupakan sumber penghidupan bagi ribuan orang, terutama pemulung dan pengepul, yang kekurangan atau bahkan tidak memiliki akses ke pekerjaan atau peluang ekonomi lain. Menutup TPA begitu saja berarti melenyapkan mata pencaharian mereka. Oleh karena itu, seluruh dampak yang mungkin muncul dari penutupan TPA open dumping harus diantisipasi secara komprehensif sejak awal, tidak hanya dari aspek lingkungan tetapi juga dari aspek sosial-ekonomi, agar langkah ini tidak meninggalkan seorang pun di belakang. Sebaliknya, meningkatkan keterlibatan aktor-aktor di sektor informal, seperti pemulung, pengepul sampah, dan pengelola bank sampah dalam metode pengelolaan sampah yang baru, akan menjadi langkah yang berarti.

Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.