Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Tantangan yang Mesti Diatasi untuk Wujudkan Kesejahteraan Petani

Mewujudkan kesejahteraan petani, khususnya petani kecil, adalah sebuah urgensi demi kehidupan yang lebih adil.
Oleh Abul Muamar
24 September 2024
seorang petani dengan topi bundar membajak sawah dengan cangkul

Foto: Pan Species di Unsplash.

Kehidupan kita sangat bergantung pada pertanian, dan petani adalah aktor utamanya. Dengan ketergantungan yang sedemikian kuat, rasanya mustahil membayangkan hidup dapat berjalan dengan normal jika tidak ada petani. Namun ironisnya, mayoritas petani di Indonesia, terutama petani kecil yang bekerja sebagai petani penggarap lahan milik orang lain, masih jauh dari kesejahteraan dan banyak yang hidup dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, mewujudkan kesejahteraan petani, khususnya petani kecil, adalah sebuah urgensi demi kehidupan yang lebih adil.

Potret Petani di Indonesia

Hidup miskin dan serba-terbatas telah menjadi semacam “ciri khas” yang kerap melekat pada sosok-sosok petani kecil di Indonesia. Gambaran seorang petani yang kurus, dengan kulit legam karena terlalu sering terpapar langsung sinar matahari, membungkuk di sawah atau menuntun sepeda atau motor tua menuju dan pulang dari sawah garapannya, dapat dengan mudah ditemui di berbagai penjuru daerah.

Hasil Survei Pertanian Terintegrasi menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani kecil hanya sekitar Rp5 juta per tahun. Ya, Anda tidak salah lihat ketika membaca “per tahun”. Yang menyedihkan, rendahnya pendapatan para petani ini bahkan terjadi ketika harga komoditas pangan hasil pertanian Indonesia menjadi yang tertinggi di kawasan ASEAN menurut laporan World Bank. Laporan tersebut bahkan menyebut bahwa harga eceran beras di Indonesia secara konsisten merupakan yang tertinggi di ASEAN selama satu dekade terakhir—28 persen lebih tinggi dibandingkan harga di Filipina, dan lebih dari dua kali lipat harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand.

Pada gilirannya, masalah ini kemudian menghasilkan “efek kupu-kupu”, dimana harga pangan yang tinggi berkontribusi terhadap kerawanan pangan dan malnutrisi di masyarakat. 

seorang petani dengan dua sapi membajak sawah dengan latar dua gunung di kejauhan
Foto: Derry Azwar Rizaldy di Unsplash.

Konflik Agraria, Perubahan Iklim, dan Tantangan Lainnya

Masalah pertanian yang cukup signifikan di Indonesia berkaitan dengan konflik agraria yang relatif sering terjadi di berbagai wilayah. Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria setidaknya terjadi 241 konflik agraria sepanjang tahun 2023 dengan pengambilalihan tanah pertanian seluas 638,2 hektare. Dari seluruh konflik yang terjadi, perusahaan perkebunan menjadi pihak yang paling banyak terlibat. Selain itu, KPA juga mencatat bahwa setidaknya 608 orang menjadi korban akibat dari tindakan represif saat konflik meletus.

Masalah lainnya adalah perubahan iklim, yang menyebabkan banyak petani kecil kehilangan pendapatan yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan mereka. Masalah ini berkaitan dengan degradasi lahan, termasuk akibat penggunaan pestisida dan pupuk sintetis yang mengandung bahan kimia berbahaya yang berdampak terhadap kesuburan tanah. Selain itu, harga jual hasil panen di tingkat petani seringkali sangat rendah dan tidak adil jika dibandingkan harga jual tingkat hilir (di pasar), terutama karena distribusi hasil pertanian yang panjang.

Lebih lanjut, rendahnya mekanisasi pertanian yang berkelanjutan juga turut berdampak terhadap produktivitas petani. Terbatasnya akses petani terhadap mesin-mesin pertanian modern, hingga kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengoperasikan dan merawat mesin, telah menjadi masalah utama menyangkut mekanisasi pertanian di Indonesia. Di samping itu, kurangnya akses pendanaan juga masih dihadapi oleh banyak petani di Indonesia. Masalah ini juga masih diperparah dengan distribusi pupuk bersubsidi yang tidak merata dan kerap tidak tepat sasaran.

Reforma Agraria Sejati untuk Kesejahteraan Petani

Setiap tanggal 24 September, Indonesia memperingati Hari Tani Nasional sebagai momentum untuk mengingatkan dan memperjuangkan hak-hak para petani, serta menyoroti pentingnya sektor pertanian bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian negara.

Di antara berbagai tantangan yang ada, perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan frekuensi cuaca ekstrem mungkin merupakan yang paling sulit serta tidak dapat diprediksi. Namun, masalah kesejahteraan petani setidaknya dapat diatasi dengan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan tantangan-tantangan lain yang telah disebutkan di atas, terutama menyangkut konflik agraria melalui Reforma Agraria.

Sayangnya, sejauh ini, Reforma Agraria yang diusung oleh pemerintah, terutama melalui legalisasi aset dan redistribusi tanah, dinilai “palsu” dan dianggap hanya menguntungkan kelompok orang-orang terkaya dan berorientasi pada pasar ketimbang sungguh-sungguh meredistribusi tanah kepada petani dan masyarakat yang tak memiliki tanah.

Oleh karena itu, mengakhiri konflik agraria di Indonesia mesti ditempuh melalui konsep Reforma Agraria Sejati, yang mengusung tiga agenda pokok, yaitu meredistribusi tanah kepada kepada petani kecil dan masyarakat miskin lainnya yang tidak bertanah; menyelesaikan konflik agraria; dan melakukan pemberdayaan ekonomi pasca-redistribusi tanah. 

Pada akhirnya, seluruh langkah yang ditempuh untuk mewujudkan kesejahteraan petani juga mesti berjalan beriringan dengan upaya untuk menjaga kesehatan lingkungan dan memperkuat ketahanan pangan melalui praktik-praktik pertanian yang lebih berkelanjutan.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Celako Kumali, Kearifan Lokal Suku Serawai untuk Pertanian Berkelanjutan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Lebih Aman untuk Bayi dan Anak

Continue Reading

Sebelumnya: Singapura Resmi Tetapkan 16 Spesies Serangga sebagai Sumber Makanan
Berikutnya: Kenaikan Permukaan Laut yang Kian Mengkhawatirkan

Lihat Konten GNA Lainnya

dua buah kakao berwarna kuning di batang pohon Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao

Oleh Abul Muamar
14 Oktober 2025
Beberapa orang berada di dalam air untuk memasang kerangka jaring persegi berwarna hijau, sementara lainnya berdiri di pematang tambak dengan pagar bambu sederhana di bagian belakang. Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
13 Oktober 2025
Dua perempuan menampilkan tarian Bali di hadapan penonton. Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara

Oleh Attiatul Noor
13 Oktober 2025
perempuan yang duduk di batang pohon besar, laki-laki berdiri di sampingnya dan dikelilingi rerumputan; keduanya mengenakan pakaian tradisional Papua Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Oleh Seftyana Khairunisa
10 Oktober 2025
stasiun pengisian daya dengan mobil listrik yang diparkir di sebelahnya. Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan

Oleh Kresentia Madina
10 Oktober 2025
seorang pria tua duduk sendiri di dekat tembok dan tanaman Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia

Oleh Abul Muamar
9 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia