BP2MI Bentuk Satgas Lintas-Instansi untuk Lindungi Pekerja Migran Indonesia
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penyumbang pekerja migran terbesar di Asia Tenggara. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri sebagai sumber penghidupan. Namun, pekerja migran rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan, mulai dari pemerasan dan penipuan saat perekrutan hingga–yang paling mengerikan–perdagangan orang dan perbudakan modern. Terkait hal ini, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) membentuk satgas khusus lintas-instansi untuk melindungi pekerja migran Indonesia dari sindikat penempatan ilegal dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kondisi Pekerja Migran Indonesia
Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah warga negara Indonesia yang melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar negeri. PMI merupakan istilah yang belakangan digunakan secara resmi untuk menggantikan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pekerja migran yang bekerja pada pemberi kerja berbadan hukum (perusahaan dsb), pekerja migran domestik, dan awak kapal atau awak kapal perikanan adalah beberapa contoh PMI yang paling umum.
Bank Indonesia mencatat jumlah PMI sebanyak 3,62 juta pada 2023, dengan Malaysia, Arab Saudi, Hong Kong, dan Taiwan sebagai negara penempatan tertinggi. Jumlah yang tercatat tersebut diperkirakan jauh lebih sedikit dibanding jumlah sesungguhnya yang mencapai tiga kali lipatnya. Meski banyak yang tidak tercatat, PMI berkontribusi besar dalam meningkatkan devisa negara melalui remitansi. Pada kuartal III 2023, nilai remitansi PMI mencapai USD 2,73 miliar
Untuk melindungi PMI, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan sejumlah regulasi dan kebijakan terkait lainnya. Pemerintah juga telah menjalin kerja sama dengan sejumlah negara terkait penempatan dan perlindungan PMI, termasuk dengan Malaysia, Hong Kong, Arab Saudi, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Namun, masalah yang menimpa PMI masih terus berlangsung hingga hari ini. Sebuah penelitian mengungkap beberapa masalah atau kejahatan yang kerap dialami PMI antara lain penipuan saat perekrutan, gaji yang terlalu rendah atau bahkan tidak dibayarkan oleh majikan, kekerasan fisik dan seksual, perampasan paspor oleh majikan atau agen perekrut, hingga perdagangan orang dan dipaksa menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) oleh sponsor yang merekrut mereka.
Satgas Lintas-Instansi
Satgas Pencegahan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal PMI terdiri dari 61 anggota yang berasal dari BP2MI, Polri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta aktivis. Pengukuhan dan rencana aksi Satgas ini dilakukan dalam rapat kerja terbatas di Badung, Bali pada 22 Desember 2023. Dalam tugasnya, Satgas akan berkoordinasi dengan TNI dan lembaga terkait lainnya.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menekankan bahwa poin penting dari tugas Satgas ini adalah “membersihkan rumah sendiri”, yakni membersihkan oknum-oknum di tubuh BP2MI dan lembaga terkait lainnya yang terlibat atau membantu sindikat dan mafia penempatan ilegal (non-prosedural) PMI, serta mengubah cara pandang penyelenggara pemerintahan yang berorientasi pada penyerapan anggaran dan memperumit proses birokrasi.
“Dalam tiga tahun terakhir, BP2MI menangani 107.885 PMI yang dideportasi karena penempatan ilegal, 2.537 orang meninggal dunia atau 2-3 peti jenazah tiba di Indonesia per hari, dan 3.653 orang kembali dalam keadaan sakit, cacat fisik, depresi, hingga hilang ingatan. Jangan ini dianggap mereka yang berangkat tiga tahun terakhir. Mereka justru yang berangkat 5-10 tahun lalu, dan 90 persen tidak tercatat namanya di sistem. Artinya jelas tidak sesuai prosedur dan diduga kuat sebagai korban tindak pidana perdagangan orang,” kata Benny.
Melihat sulitnya memberantas sindikat perekrutan dan penempatan ilegal PMI dan TPPO selama ini, strategi dan langkah yang dilakukan mesti diperkuat dengan sinergi dan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat dan pihak swasta. Aturan yang tegas terkait penempatan PMI, pengawasan yang ketat terhadap agen perekrutan dan sponsor, penguatan sistem penempatan resmi, penguatan kerja sama internasional dengan negara-negara tujuan pekerja migran, hingga diseminasi informasi dan pendidikan kepada calon pekerja migran adalah beberapa langkah krusial yang dibutuhkan.
“Siklus ini tidak boleh berulang. Kejahatan tidak bisa dibiarkan. Dengan kerja kolaboratif, kita bisa menumpas sindikat ini. Tergantung komitmen saja,” Benny menambahkan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.