Memperkuat Perlindungan Pekerja Migran yang Responsif Gender
Pekerja migran berperan besar bagi perekonomian negara. Remitansi (pengiriman uang) pekerja migran dari luar negeri tidak hanya membantu menyejahterakan keluarga mereka di kampung halaman, tetapi juga menjadi katalisator bagi peningkatan devisa negara.
Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2021, remitansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyumbang devisa sebesar US$9,16 miliar. Pada semester I 2022, remitansi PMI mencapai US$4,73 miliar atau setara Rp73,9 triliun (kurs Rp15.627 per 1 US$).
Namun, pekerja migran belum benar-benar aman. Saat dunia mulai membicarakan soal pekerjaan yang layak (decent work), pekerja migran masih rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan, mulai dari penipuan, penganiayaan, hingga kekerasan seksual dan eksploitasi. Dalam hal ini, pekerja migran perempuan menjadi kelompok yang lebih rentan. Oleh karena itu, memperkuat perlindungan yang responsif gender bagi pekerja migran adalah hal yang krusial.
Layanan Terpadu yang Responsif Gender
Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah pekerja migran perempuan kerap lebih tinggi dibanding laki-laki. Dari 10.847 penempatan PMI per Maret 2022, misalnya, 59% di antaranya merupakan perempuan.
Komnas Perempuan mencatat pekerja migran perempuan kerap mengalami kekerasan fisik dan pelecehan dan kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, yang terjadi mulai dari sebelum keberangkatan, pada saat bekerja di luar negeri, dan saat kembali ke Tanah Air. Pelaku umumnya adalah agen penyalur hingga majikan di negara tempat bekerja.
Merespons permasalahan itu, Kementerian Ketenagakerjaan bekerja sama dengan Program Safe and Fair ILO-UN Women, Uni Eropa, Women Crisis Center, dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendirikan Pusat Informasi dan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang Responsif Gender, yang terintegrasi dengan Migrant Worker Resources Centre (MRC) di Kabupaten Cirebon, Blitar, dan Tulungagung.
Integrasi MRC-LTSA ini merupakan model percontohan yang nantinya akan diterapkan di setiap kabupaten/kota di Indonesia. MRC-LTSA terdiri dari tujuh desk utama yaitu desk Ketenagakerjaan, Dukcapil, Imigrasi, Kesehatan, Kepolisian, BPJS Ketenagakerjaan, dan BP2MI. MRC-LTSA memberikan pelayanan hingga ke desa-desa dalam bentuk konsultasi pra-kerja, konseling, penanganan kasus, bantuan hukum, pelatihan calon PMI, dan informasi otoritatif.
“Pengintegrasian MRC-LTSA diharapkan dapat semakin mempermudah akses dan memberikan layanan perlindungan yang menyeluruh dan responsif gender bagi Pekerja Migran Indonesia,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Rekomendasi
Pendirian MRC-LSTA saja tidaklah cukup. Komnas Perempuan memberikan beberapa rekomendasi untuk memperkuat perlindungan yang responsif gender bagi pekerja migran:
- Melakukan pengawasan kepada perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) dan memberikan sanksi kepada P3MI yang melakukan pemeriksaan kesehatan bukan oleh tenaga kesehatan dan bukan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk.
- Menyediakan layanan pemulihan yang komprehensif dan anggaran yang memadai untuk pemulihan perempuan pekerja migran yang menjadi korban kekerasan, baik fisik, mental, dan seksual.
- Membangun mekanisme pemulihan bagi pekerja migran yang menjadi korban kekerasan seksual dan mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki.
- Membangun sistem perlindungan dan pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi dan seksual, bagi Perempuan Pekerja Migran yang menjadi korban kekerasan seksual di negara tempat mereka bekerja.
Kejahatan terhadap pekerja migran masih terus berlangsung bahkan ketika berbagai aturan, kebijakan, dan kerja sama antar-negara telah dijalankan. Karena itu, perlindungan yang menyeluruh bagi pekerja migran perlu untuk terus ditingkatkan untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pemerintah antar-negara dan seluruh pihak yang terkait perlu memperkuat kerja sama untuk memberikan perlindungan yang responsif gender bagi pekerja migran agar mereka aman dalam menjalani pekerjaan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.