GNA Talks #1: Penciptaan Dampak untuk Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk generasi saat ini dan generasi mendatang. Dalam hal ini, penciptaan dampak positif merupakan kunci untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan pelestarian sumber daya alam. Dalam GNA Talks edisi pertama, Jalal, Green Network Asia Advisor dan Sustainability Provocateur yang menjadi narasumber, memberikan wawasan dan pelajaran berharga tentang penciptaan dampak untuk pembangunan berkelanjutan.
Kemajuan yang Belum Memadai dan Dampak yang Sulit Diukur
Negara-negara di dunia telah berupaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Saat ini, banyak pihak di berbagai sektor yang mulai dan telah menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan dan melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai berbagai tujuan, mulai dari menghapus kemiskinan, meniadakan kelaparan, hingga mencapai kesetaraan gender dan inklusivitas. Dalam dunia usaha, misalnya, banyak perusahaan yang telah mengintegrasikan aspek-aspek keberlanjutan ke dalam rantai nilai bisnis mereka. Di pemerintahan, telah ada banyak regulasi, kebijakan, dan program yang mendorong pencapaian SDGs di banyak bidang. Demikian pula masyarakat sipil; banyak komunitas-komunitas yang melakukan aksi-aksi keberlanjutan dengan skala yang beragam.
Adanya tiga krisis planet—perubahan iklim, polusi, dan penurunan keanekaragaman hayati—telah membuat banyak pihak mengakselerasi aksi-aksi keberlanjutan untuk meredam dampak yang lebih buruk. Namun secara keseluruhan, “Kita saat ini berada di dunia yang masih belum berkelanjutan, baik itu dilihat dari kacamata Planetary Boundaries-nya Johan Rockström ataupun dengan Donut Economics-nya Kate Raworth. Memang ada berbagai dampak positif dari kerja-kerja pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha, tetapi skala dan kecepatannya belum memadai,” kata Jalal.
Di tengah upaya bersama untuk mencapai keberlanjutan, pengukuran dampak (impact) menjadi penting untuk mengetahui sejauh mana langkah yang telah diambil benar sesuai jalur. Namun, pengukuran dampak dalam pembangunan berkelanjutan bukanlah perkara mudah mengingat seringkali terdapat konsekuensi yang tidak diinginkan yang dapat menyamarkan dampak positif yang mungkin telah tercapai pada aspek-aspek tertentu. Misalnya, implementasi bahan bakar ramah lingkungan seperti biofuel, yang mungkin dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, berpotensi menyebabkan peningkatan harga dan kelangkaan pangan jika lahan pertanian dialokasikan untuk memasok bahan baku untuk produksi biofuel skala masif. Oleh karena itu, memperkuat kerangka kerjasama sangatlah penting.
“Jadi, kita harus sadar bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pendekatannya harus integratif. Kita harus memikirkan, misalnya, ketika kita melakukan sesuatu, konsekuensinya dimana, unintended consequences-nya apa. Jadi kita harus duduk bersama dan merumuskan solusi bersama-sama,” tutur Jalal.
Belajar dari Masyarakat Adat
Sebelum konsep “pembangunan berkelanjutan” atau SDGs dicetuskan dan diadopsi secara global, pada dasarnya ada banyak komunitas di dunia yang telah menerapkan prinsip-prinsip hidup yang selaras dengan konsepsi keberlanjutan. Masyarakat Adat adalah salah satu entitas yang paling mewakili dalam hal ini. Oleh karena itu, Jalal menekankan pentingnya para aktor keberlanjutan untuk belajar dari komunitas-komunitas tersebut.
“Misalnya, terkait penghapusan kelaparan. Masyarakat Adat yang ratusan atau ribuan tahun hidup dengan caranya tidak pernah mengalami kekurangan pangan, itu harus jadi inspirasi untuk mencapai SDGs 1. Ketika kita bicara soal pemberantasan kemiskinan, kita perlu memikirkan ulang konsep tentang miskin. Jadi, kita jangan memakai standar kemiskinan versi Jakarta, misalnya. Karena lantai rumahnya belum tegel, belum semen, lalu kita mengkategorikan seseorang sebagai miskin. Yang kayak gitu harus kita tinjau ulang. Intinya kita perlu banyak belajar dari komunitas-komunitas yang sudah menjalani hidup dengan cara yang lebih dekat dengan konsep keberlanjutan untuk mencapai SDGs,” katanya.
“Perlu diingat, banyak dari mereka yang terancam dalam upaya pembangunan. Alih-alih kita mau menghilangkan kelaparan, misalnya, justru ada banyak tindakan dalam pembangunan yang malah bikin mereka jadi tidak punya lagi keamanan pangan. Kalau di dalam pembangunan kita melihat ada kelompok-kelompok tertentu yang malah jadi lebih miskin, atau dari tidak miskin menjadi miskin, itu adalah cara pembangunan yang salah dan bertentangan dengan SDGs,” Jalal menambahkan.
Pelajaran Berharga
Pembangunan berkelanjutan menghadapi tantangan besar mengingat banyaknya masalah kompleks dan jahat yang saling berkelit kelindan di dunia. Oleh karena itu, perlu pendekatan komprehensif dan terintegrasi untuk mengatasi seluruh tantangan yang ada tanpa meninggalkan seorang pun di belakang. Pada sesi akhir acara, Jalal memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya kontekstualisasi lokal, adaptive learning, dialog inklusif, dan pembiayaan berkelanjutan dalam upaya penciptaan dampak untuk pembangunan berkelanjutan. Jalal juga memberikan beberapa pesan yang penting untuk para partisipan:
- Finding your purpose (menetapkan tujuan). “Ketika kita memegang teguh purpose kita, mau kita sedang bekerja bersama pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, maupun perusahaan, yang akan kita perjuangkan akan tetap sama.”
- Resilience and patience (tangguh dan sabar). “Keberlanjutan adalah marathon, bukan sprint.”
- Stay adaptive (Terus adaptif). “Kalau kita tidak terbuka dengan perubahan, ide-ide baru, teknologi, kita akan susah untuk berada dalam perjuangan mencapai keberlanjutan.”
- Embrace partnerships (Meningkatkan kemitraan). “Tidak ada satu pun urusan keberlanjutan yang bisa kita selesaikan sendirian.”
- Stay grounded (Turun ke lapangan). “Kita perlu selalu memeriksa data, memeriksa situasi di lapangan. Kita perlu mengecek realitas dan mendapatkan umpan balik dari realitas yang kita dapatkan.”
- Pegang teguh ethical compass. “Musuh dalam keberlanjutan, terutama di perusahan-perusahaan, adalah godaan untuk tampil hijau secepat mungkin dan semudah mungkin. Jangan pernah main-main dengan urusan keberlanjutan, yang jatuhnya akan menciptakan misinformasi dan disinformasi.”
Adapun GNA Talks edisi pertama bertajuk “Penciptaan Dampak untuk Pembangunan Berkelanjutan” dimoderatori oleh Marlis Afridah, Founder & CEO Green Network Asia, dan dihadiri oleh puluhan peserta yang berasal dari berbagai kalangan seperti pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Artikel ini merupakan elaborasi dari hasil tanya jawab yang berlangsung selama acara.
Rekaman video GNA Talks “Penciptaan Dampak untuk Pembangunan Berkelanjutan” dapat disimak melalui kanal YouTube Green Network Asia.
Bergabung dengan GNA Friends & Communities di WhatsApp untuk mendapat pembaruan konten, event, dan pelatihan dari Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.