Potret Muram Ketimpangan di Indonesia

Foto: Refhad di Unsplash.
Kehidupan bernegara yang lebih baik dan adil mensyaratkan adanya kesejahteraan sosial untuk semua. Namun, hal tersebut belum terwujud di Indonesia karena ketimpangan masih menjadi salah satu masalah utama. Alih-alih tertutup, jurang ketimpangan di Indonesia semakin melebar dalam beberapa tahun terakhir, bahkan ketika angka kemiskinan ekstrem terus dicoba ditekan ke angka nol persen. Hal tersebut terlihat dalam Laporan Ketimpangan Ekonomi 2024 yang diterbitkan oleh CELIOS.
Si Kaya dan Si Miskin
Di Indonesia, ada ungkapan yang mungkin sering terdengar: si kaya semakin kaya, dan si miskin semakin miskin. Di banyak tempat dengan berbagai kondisi, fenomena tersebut benar adanya. Orang yang hidup dalam kemiskinan, dengan sumber pendapatan yang tak menentu atau bekerja dengan upah rendah dan tanpa jaminan perlindungan, akan lebih rentan untuk terjerembab semakin dalam ke dalam lumpur kemiskinan. Ketika terjadi guncangan atau krisis, mereka akan menjadi kelompok yang paling terdampak.
Ketimpangan yang mencolok antara si kaya dan si miskin dapat dengan mudah ditemui di mana-mana di Indonesia. Sebuah rumah besar dan megah dengan halaman yang luas dan mobil lebih dari satu, berdiri di antara rumah-rumah reyot dan kecil adalah salah satu pemandangan nyata dari ketimpangan itu. Seseorang dengan harta kekayaan yang banyak, hidup di suatu wilayah di mana terdapat puluhan atau ratusan orang miskin di sekelilingnya, telah menjadi hal yang “lumrah”.
Tidak hanya itu, ketimpangan juga sering mewujud dalam bentuk kepemilikan atas tanah, dimana si kaya raya bisa memiliki tanah berhektare-hektare sementara ribuan orang lainnya bahkan tidak memiliki sepetak kecil tanah sekalipun. Dalam wujud yang lebih ekstrem, ketimpangan terlihat dari adanya orang-orang super kaya yang naik jet pribadi untuk berlibur, sementara masih banyak orang yang banting tulang untuk memenuhi kebutuhan paling dasar.
Ketimpangan di Indonesia yang Semakin Muram
Laporan Ketimpangan Ekonomi 2024 “Pesawat Jet Untuk Si Kaya, Sepeda Untuk Si Miskin” membabarkan sejumlah kondisi yang mempertegas ketimpangan di Indonesia. Laporan tersebut juga mengungkap peningkatan signifikan kekayaan para menteri kabinet Presiden Joko Widodo selama menjabat. Beberapa poin utama yang menjadi sorotan dalam laporan tersebut adalah:
- Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
- Sejak 2020, pertumbuhan upah pekerja hanya sebesar 15%, sementara biaya hidup, termasuk kebutuhan dasar, terus meningkat drastis.
- Dari 2019 sampai 2023, rata-rata upah di Indonesia secara nasional hanya mengalami peningkatan sebesar 2,4%. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan kekayaan Presiden Joko Widodo mencapai 15,05% selama 5 tahun terakhir.
- Selama 2019-2023, rata-rata kekayaan menteri dalam Kabinet Presiden Joko Widodo periode kedua adalah Rp478,17 miliar per orang. Sebanyak 17% di antaranya memiliki kekayaan di atas Rp1 triliun.
- Pajak kekayaan sebesar 2% atas kekayaan menteri Kabinet Presiden Joko Widodo periode kedua, sedikitnya dapat membangun 2.053 rumah subsidi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan kualitas terbaik seharga Rp240 juta.
- Pajak kekayaan dari 50 orang terkaya di Indonesia dapat digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan jutaan rakyat Indonesia seperti membangun rumah, menciptakan usaha pertanian, membeli kursi roda untuk orang dengan disabilitas, dan bantuan pangan.
Selain itu, laporan tersebut juga mengungkap bahwa industri ekstraktif berperan besar dalam memperparah ketimpangan di Indonesia, dimana separuh dari 50 orang terkaya di Indonesia terafiliasi dengan bisnis industri ekstraktif dan memiliki kekayaan akumulatif sebesar Rp2,3 kuadriliun. Hal lainnya yang disorot dalam laporan tersebut adalah peran korporat dalam memperparah ketimpangan di Indonesia, di antaranya dengan efisiensi upah dan jumlah pekerja serta menghindari pajak.
Mewujudkan Ekonomi yang Lebih Berkeadilan
Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia telah menjadi cita-cita negara ini sejak awal. Kini, di tengah ambisi untuk keluar dari “middle income trap”, pengurangan ketimpangan di masyarakat adalah isu mendesak yang mesti segera diakhiri untuk mewujudkan kesejahteraan untuk semua.
Laporan tersebut menekankan perlunya langkah-langkah radikal dalam kebijakan ekonomi untuk mengurangi ketimpangan, di antaranya melalui kebijakan fiskal, mengontrol kekuasaan korporasi, dan menerapkan regulasi pajak kekayaan yang ketat. Negara harus memastikan bahwa kepentingan publik didahulukan di atas kepentingan korporasi dan individu. Layanan publik di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial harus diselenggarakan dengan optimal dan merata, serta menjadi prioritas. Negara juga perlu memastikan tata kelola sumber daya publik ditingkatkan dengan memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat serta pengawasan terhadap lembaga-lembaga publik. Dan pada akhirnya, segala upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua mesti dilakukan beriringan dengan pelestarian lingkungan alam.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan AndaAmar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.