Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Desa Tahawa, Desa Ramah Satwa dimana Manusia Hidup Harmonis dengan Satwa Liar

Desa Tahawa di Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah menjadi desa ramah satwa pertama di Indonesia, dimana penduduknya hidup berdampingan dengan satwa liar.
Oleh Abul Muamar
27 Agustus 2024
seekor orang utan bergelantungan di pohon

Foto: Jorge Franganillo di Unsplash.

Pada mulanya, kehidupan manusia begitu lekat dengan alam dan keanekaragaman hayati. Syahdan, perkembangan zaman yang ditandai oleh pembangunan yang masif telah menjauhkan relasi tersebut, dan interaksi antara manusia dan satwa liar pun kerap menjelma menjadi konflik. Di tengah tingginya potensi konflik manusia dan satwa liar di berbagai tempat, Desa Tahawa di Kalimantan Tengah justru memberikan pemandangan yang sebaliknya. Desa yang terletak di Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau ini menjadi desa ramah satwa dimana penduduknya hidup berdampingan secara harmonis dengan satwa liar.

Konflik Manusia-Satwa Liar

Ada ribuan spesies liar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dan ratusan di antaranya merupakan satwa endemik yang hanya ada di wilayah-wilayah tertentu. Sayangnya, berbagai aktivitas manusia seperti penebangan dan alih fungsi hutan untuk berbagai kepentingan telah mengakibatkan berkurang atau hilangnya habitat alami satwa liar yang mengancam kehidupan mereka, serta mendorong konflik manusia-satwa liar di banyak tempat. Selain itu, penyusutan sumber daya makanan, pemanfaatan keanekaragaman hayati yang tidak berkelanjutan, hingga perburuan yang tidak terkendali telah meningkatkan potensi konflik manusia-satwa liar yang seringkali memakan korban.

Konflik manusia-satwa liar berkaitan dengan tingginya tingkat interaksi yang menimbulkan benturan antara kebutuhan habitat alami satwa dan kehidupan manusia. Penetrasi manusia ke dalam lingkungan yang menjadi habitat satwa liar dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan menyebabkan kerusakan pada sumber daya alam, sehingga mengakibatkan satwa liar kehilangan tempat tinggal, sumber makanan, dan jalur migrasi mereka.

Desa Ramah Satwa 

Desa Tahawa merupakan sebuah desa yang wilayahnya memiliki hutan seluas 998 hektare, dengan ratusan spesies satwa liar dan ribuan tumbuhan endemik khas Kalimantan. Berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi permukiman warga, hutan Desa Tahawa dikelola oleh Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) setempat dengan skema Perhutanan Sosial. Hutan desa tersebut telah memperoleh pengakuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai habitat satwa liar pada 31 Desember 2019. 

Adanya konflik manusia dan satwa liar yang terjadi di berbagai tempat lain telah menjadi perhatian warga Desa Tahawa dalam beberapa tahun terakhir. Tak ingin hal serupa terjadi di wilayah mereka, warga di Desa Tahawa memilih hidup berdampingan dengan berbagai satwa liar yang ada di hutan mereka. Setiap harinya, mereka terbiasa berinteraksi dengan berbagai satwa liar, termasuk yang tergolong langka dan terancam punah seperti orang utan, owa-owa, kelasi, burung seriwang, burung luntur puri, burung tiung batu, pelanduk, kijang, beruang madu, kucing hutan, tarsius, dan trenggiling. Tidak jarang pula, rumah mereka dilewati atau disinggahi oleh satwa-satwa liar tersebut dan mereka membiarkannya begitu saja tanpa niat untuk menyakiti, menangkap, dan menjualnya. 

Apa yang diterapkan oleh para warga Desa Tahawa telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu atas inisiatif mereka sendiri. Kesadaran dan kepedulian akan pentingnya menjaga hutan dan keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya telah berlangsung secara turun temurun di kalangan warga desa tersebut. Sebagai bagian dari masyarakat Suku Dayak, mereka percaya bahwa hutan tidak sekadar kumpulan pohon yang bisa dimanfaatkan sembarangan, melainkan rumah sakral bagi kehidupan mereka.

Seiring waktu, di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga hutan dan satwa liar, kearifan warga desa tersebut mencuri perhatian Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah yang lantas mengusulkan desa tersebut menjadi “desa ramah satwa”. Puncaknya, desa tersebut pun secara resmi ditetapkan sebagai desa ramah satwa pertama di Indonesia oleh KLHK pada peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2023.

Selain dikenal “ramah satwa”, desa tersebut juga mulai menyuguhkan ekowisata Sahai Tambi Balu, sebuah kawasan yang mempertemukan hutan rangas dan hutan gambut dan memiliki air terjun yang eksotik. Kawasan ini juga menjadi objek penelitian bagi para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri, dan secara perlahan membuka peluang ekonomi bagi warga setempat.

Hidup Berdampingan

Pada dasarnya, hutan Desa Tahawa bukanlah hutan konservasi. Namun, warga desa tersebut mampu menunjukkan bahwa manusia dapat hidup berdampingan dengan harmonis dengan satwa liar. Pada akhirnya, manusia dan satwa liar perlu hidup berdampingan karena saling bergantung pada ekosistem yang sama untuk kelangsungan hidup. Kebutuhan ini semakin mendesak di tengah pertambahan populasi manusia yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan ruang hidup. 

Satwa liar memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dan habitat alami, manusia akan mendapat berbagai manfaat seperti udara bersih, air yang sehat, dan tanah yang subur. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mengelola dan melindungi habitat satwa liar dengan bijaksana. Dalam hal ini, memperluas pengakuan terhadap hak-hak alam (Right of Nature) merupakan fondasinya.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Pembangunan Kawasan Industri Takalar

Continue Reading

Sebelumnya: Disparitas Gender dalam Upah dan Peran Kepemimpinan di Dunia Kerja Layanan Kesehatan
Berikutnya: Kerangka Kerja UNEP untuk Mobilitas Berkelanjutan di Afrika

Lihat Konten GNA Lainnya

siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025
fotodari atas udara mesin pemanen gabungan dan traktor dengan trailer yang bekerja di ladang yang berdekatan, satu berwarna hijau dan yang lainnya berwarna keemasan Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat

Oleh Kresentia Madina
24 Oktober 2025
Tiga anak sedang mengikuti lomba balap karung di antara balon yang tergantung, sementara dua anak di samping memberi taburan bedak. Mereka mengenakan kaos merah putih dan berada di jalan tanah di antara pepohonan. Memperkuat Pendidikan Nonformal untuk Perluas Akses Pendidikan bagi Semua
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Memperkuat Pendidikan Nonformal untuk Perluas Akses Pendidikan bagi Semua

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
23 Oktober 2025
Dua orang duduk di perahu menyusuri perairan dengan salah seorang menebar benih ikan. Memberdayakan Pembudidaya Ikan Skala Kecil untuk Akuakultur Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memberdayakan Pembudidaya Ikan Skala Kecil untuk Akuakultur Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
23 Oktober 2025
tumpukan sampah yang dibakar Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi

Oleh Abul Muamar
22 Oktober 2025
gambar jarak dekat sebuah botol air plastik terdampar di bibir pantai yang berbuih Mengulik Potensi Desalinasi untuk Atasi Krisis Air
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Potensi Desalinasi untuk Atasi Krisis Air

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
22 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia