Harlah ke-63 Lesbumi NU: Pentingnya Tingkatkan Peran Kebudayaan untuk Atasi Masalah Dunia
Kebudayaan adalah inti dari kehidupan, serta ruh bagi entitas sebuah bangsa. Kebudayaan memiliki kekuatan besar untuk merespons berbagai persoalan dunia seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, pandemi, kemiskinan dan ketimpangan, hingga krisis pangan dan air bersih. Namun, kebudayaan tidak akan berarti apa-apa dan tidak akan bergerak ke mana-mana jika hanya mengawang di tataran konsep dan pemikiran. Untuk itu, kebudayaan mesti diwujudkan ke dalam tindakan konkret agar dapat memberikan dampak berarti bagi kehidupan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dalam pidato kebangsaan yang disampaikan pada malam puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-63 Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) yang digelar di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2023). Konsolidasi ekonomi dan politik penting tidak hanya untuk mengatasi permasalahan dunia, tetapi juga untuk memajukan kebudayaan itu sendiri.
“Gagasan-gagasan tentang kebudayaan tidak akan membuahkan apa-apa tanpa konsolidasi ekonomi dan politik. Kalau kita berpikir tentang budaya, kita harus susun visi yang komprehensif menyangkut ekonomi dan politik. Kalau tidak, kebudayaan tidak akan produktif dan hanya akan menjadi produk-produk kesenian yang masuk ke dalam industri yang disetir oleh kepentingan-kepentingan ekonomi. Kita tidak bisa terus memikirkan budaya secara zuhud,” ujar Gus Yahya.
Dalam pidatonya, Gus Yahya juga mengingatkan akan pentingnya menjaga kontinuitas tradisi seni-budaya yang diwariskan dari generasi terdahulu. Hal itu penting agar nilai-nilai kearifan yang tersimpan di dalam tradisi terdahulu tetap berlanjut dan dapat dilestarikan.
“Pembaharuan apapun dalam semua bidang, harus tetap punya kontinuitas dari tradisi yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Tidak bisa satu tradisi diruntuhkan begitu saja, kemudian dibangun tradisi yang baru. Hal seperti itu hanya akan menyebabkan chaos (kekacauan). Jadi harus ada nalar kontinuitas dari warisan atau tradisi lama,” katanya.
Pentingnya Nalar Kontinuitas dalam Kebudayaan
Mengusung tema “Mencari Pancer Kebudayaan di Tengah Percaturan Ideologi”, malam puncak peringatan Harlah ke-63 Lesbumi NU dibuka oleh Ketua Lesbumi PBNU KH Jadul Maula. “Ketika lahir di dunia, ada sedulur 4, 5 pancer. Secara alami ada air ketuban, ari-ari, darah, dan tali pusar. Ini sedulur 4. Pancernya adalah diri kita. Kelimanya menjadi satu kesatuan di dalam rahim. Ini 4 saudara dengan satu pancer yang kuat mendefinisikan kemanusiaan kita akan utuh. Itulah harapan kita semua di dalam kehidupan setelah kelahiran. Diibaratkan dengan kelahiran manusia, ada 4 saudara dan 1 pancer. Kalau kelimanya tidak menjadi satu kesatuan yang utuh, maka kemanusiaan kita tidak akan sempurna. Demikian juga di dalam produksi budaya, kita bisa bertanya, di antara empat daya kreatif: cipta, rasa, karsa dan karya, di manakah pancernya?” kata Kiai Jadul, menjelaskan makna dari tema yang diangkat.
Acara kemudian dilanjutkan dengan dengan dialog Kebudayaan, menghadirkan Dirjen Kebudayaan Kemdikbudristek Hilmar Farid, budayawan Taufik Rahzen, seniman Inaya Wahid, serta aktris Christine Hakim.
Dalam paparannya, Hilmar menyampaikan pentingnya nalar kontinuitas dalam kebudayaan untuk merespons berbagai tantangan dunia. Dampak Pandemi COVID-19 dan perubahan iklim yang telah kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir membuat nalar tersebut menjadi semakin mendesak untuk diterapkan.
“COVID tidak mengenal wacana. Perubahan iklim tidak mengenal konsep-konsep. Dia akan ada terus secara konstan kalau kita tidak melakukan sesuatu. Indonesia, dengan keanekaragaman budaya dan keanekaragaman hayati yang luar biasa, itu anugerah. Tapi sampai saat ini kita masih sibuk berdebat mengenai hal-hal yang mestinya selesai 70, 80 atau 100 tahun lalu,” kata Hilmar.
“Pada akhirnya adalah kemampuan untuk mengkonsolidasi, sehingga tugas untuk menjadikan Indonesia sebagai kenyataan kultural bisa terjadi, dan Indonesia bisa melangkah maju sebagai kekuatan kultural. Tanpa itu, kita akan terus maju-mundur dalam kenyataan ekonomi dan politik,” Hilmar menambahkan.
Sediakan Pengobatan Tradisional Gratis
Harlah ke-63 Lesbumi NU juga diisi dengan bakti sosial pengobatan tradisional gratis oleh Lesbumi PCNU Bekasi, yang dimulai sejak pukul 09.00 sampai 16.00 WIB. Pengobatan yang diberikan antara lain berupa gurah, bekam, pijat, dan terapi saraf.
Selain Dialog Kebudayaan dan pengobatan tradisional gratis, Harlah ke-63 Lesbumi NU juga menyuguhkan beberapa pertunjukan seni-budaya, di antaranya Wayang Wolak-Walik oleh Jumaali Darmokondo, Tarawangsa dan Karinding oleh Lesbumi PCNU Garut, Monolog Abdullah Wong, pertunjukan wayang kulit dari Ki Ardhi Poerboantono, Tari Sufi Lesbumi Jakut, dan penampilan dari Varid Putra Mbah Surip.
Sebelumnya, peringatan Harlah ke-63 Lesbumi NU telah digelar di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 168, Senen, Jakarta Pusat, pada 12 Mei lalu.
Editor: Marlis Afridah
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.