Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Indonesia-UEA Sepakat Dirikan Pusat Penelitian Mangrove Internasional di Bali

Pendirian International Mangrove Research Center (IMRC) bertujuan untuk membantu meningkatkan penelitian dan inovasi serta mendorong pertukaran pengetahuan mengenai mangrove dalam komunitas global.
Oleh Abul Muamar
20 Desember 2023
potret udara hutan mangrove menjorok ke badan air.

Foto: Waranont (Joe) di Unsplash.

Mangrove memegang peran kunci dalam kehidupan, baik di darat maupun laut. Selain menjadi rumah dan tempat persinggahan bagi berbagai spesies, mangrove juga dapat mendukung ketahanan pangan dan membantu memitigasi perubahan iklim dengan kemampuannya menyerap karbon dalam jumlah besar. Namun sayangnya, mangrove di berbagai belahan dunia mengalami degradasi dan ancaman kerusakan akibat perubahan iklim dan berbagai aktivitas manusia. Terkait hal ini, Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) sepakat untuk mendirikan Pusat Penelitian Mangrove Internasional (International Mangrove Research Center/IMRC) di Bali.

Kesepakatan tersebut dicapai setelah Indonesia ditunjuk sebagai Ketua Bersama Aliansi Mangrove untuk Iklim (Mangrove Alliance for Climate/MAC).

Kondisi Mangrove Dunia

Pada tahun 2020, luas hutan mangrove secara global mencapai 147.359 Km². Kawasan hutan mangrove terluas berada Asia Tenggara, dengan cakupan 48.222 Km². Indonesia sendiri menyumbang seperlima dari total luas hutan mangrove dunia.

Hutan mangrove memberikan manfaat yang tidak dapat dihitung nilainya bagi kehidupan manusia dan berbagai makhluk hidup lainnya. Mangrove membantu mencegah bencana alam dan kerusakan di darat, menjadi tempat berlindungnya benih ikan dan ikan-ikan kecil, menjadi tempat persinggahan burung-burung migran, hingga menyerap karbon lima kali lebih banyak dibanding hutan tropis daratan. 

Sayangnya, luas hutan mangrove global mengalami penyusutan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, termasuk di Indonesia. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mencatat kerusakan ekosistem mangrove kategori kritis mencapai 637.000 hektare. Penyusutan terutama diakibatkan oleh deforestasi, alih fungsi hutan mangrove, dan perubahan iklim.

Untuk itu, kolaborasi internasional menjadi semakin penting dalam upaya restorasi dan konservasi mangrove dunia. Dalam hal ini, pendekatan sains dan teknologi sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Pusat Penelitian Mangrove Internasional (IMRC)

Pendirian Pusat Penelitian Mangrove Internasional (IMRC) bertujuan untuk membantu meningkatkan penelitian dan inovasi serta mendorong pertukaran pengetahuan mengenai mangrove dalam komunitas global. Inisiatif ini juga akan mendukung misi Aliansi Mangrove untuk Iklim (MAC) untuk memulihkan dan melindungi 15 juta hektare mangrove global hingga tahun 2030, yang sejalan dengan Mangrove Breakthrough yang disepakati dalam KTT Aksi Iklim Dunia COP28 pada 2 Desember 2023.

“IMRC akan menjadi wadah kerjasama internasional dalam peningkatan kapasitas, antara lain melalui pertukaran pakar serta penelitian bersama. Dengan belajar bersama, kita dapat bekerja sama dengan lebih baik,” kata Erick Thohir, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim.

Pendirian IMRC di Bali diharapkan dapat mendukung berbagai inisiatif restorasi dan konservasi mangrove di Indonesia, seperti Proyek Mangrove untuk Ketahanan Pesisir, yang berfokus pada penguatan kebijakan dan lembaga dalam mengelola dan merehabilitasi mangrove secara berkelanjutan dan meningkatkan berbagai peluang mata pencaharian bagi masyarakat pesisir.

Mengingat besarnya manfaat mangrove bagi lingkungan dan kehidupan manusia dan keanekaragaman hayati, pemulihan dan pelestarian mangrove menjadi hal yang sangat penting di tengah ancaman perubahan iklim dan berbagai krisis lainnya. Seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, bisnis, hingga masyarakat akar rumput mesti bersinergi, menyatukan tujuan, dan bekerja sama.

“Mangrove adalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam perjuangan kita melawan perubahan iklim, dan mereka adalah penjaga pantai dan penjaga keanekaragaman hayati laut kita,” kata Mariam Almheiri, Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan UEA.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Demokrasi yang Cacat di Indonesia: Kebebasan Berpendapat di Bawah Ancaman Kekerasan Aparat
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ketimpangan, Pengangguran, hingga Korupsi yang Merajalela: 6 Isu Sosial yang Mendesak untuk Diatasi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Dunia yang Kian Gemerlap dan Kelap-kelip Kunang-Kunang yang Kian Lenyap
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Peta Jalan Dekarbonisasi Industri untuk Tekan Emisi di Subsektor Intensif-Energi

Continue Reading

Sebelumnya: Mengatasi Eco-Anxiety di Tengah Ancaman Krisis Iklim
Berikutnya: Laporan Khusus Leaders in Sustainability 2023

Lihat Konten GNA Lainnya

Dompet kuas riasan dengan berbagai ukuran Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
17 September 2025
kawanan gajah berjalan melintasi ladang hijau yang subur Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem

Oleh Kresentia Madina
17 September 2025
foto kapal di lautan biru gelap dari atas udara Memperkuat Standar Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memperkuat Standar Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan

Oleh Abul Muamar
16 September 2025
Siluet keluarga menyaksikan bencana kebakaran hutan Memahami Polusi Udara sebagai Risiko bagi Kesehatan Manusia dan Bumi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memahami Polusi Udara sebagai Risiko bagi Kesehatan Manusia dan Bumi

Oleh Kresentia Madina
16 September 2025
bom waktu tersembunyi di antara bunga Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan

Oleh Jalal
15 September 2025
foto daerah pesisir dengan air laut biru Perkembangan Kondisi Tutupan Karang di Great Barrier Reef
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Perkembangan Kondisi Tutupan Karang di Great Barrier Reef

Oleh Kresentia Madina
15 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia