Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • Figur
  • Unggulan

Rahmat Hidayat, Perancang Busana yang Ingin Hapus Stigma terhadap Kelompok Difabel

“Saya tahu seorang difabel itu kayak gimana hidupnya. Kadang orang menganggap kita rendah. Anggapan kayak ‘difabel tidak mungkin dapat kerja, tidak mungkin dapat penghasilan’ itu masih banyak, masih sering saya dengar. Difabel dianggap cuma bisa minta-minta. Saya ingin menghilangkan anggapan seperti itu.”
Oleh Abul Muamar
3 Agustus 2022
Rahmat Hidayat, desainer difabel daksa menunjukkan desain yang ia gamba

Rahmat Hidayat, desainer difabel daksa menunjukkan desain yang ia gambar | Foto: Dokumen pribadi Rahmat Hidayat

“Dalam kekurangan pasti ada kelebihan, dan dalam kelebihan pasti ada kekurangan. Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mau berusaha untuk mencoba sesuatu hal yang sulit.”

Begitulah keyakinan dan prinsip hidup Rahmat Hidayat, perancang busana difabel asal Desa Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Rahmat menyampaikan kalimat itu di tengah-tengah obrolan saat Green Network menghubunginya melalui sambungan telepon seluler pada Jumat pagi, 29 Juli 2022. Pagi itu, ia tengah sibuk merampungkan salah satu desain pakaian pesanan pelanggannya.

“Maaf, ya, WhatsApp saya tidak aktif. Paket internet saya habis,” katanya sambil tertawa kecil.

Menggambar Sejak Kecil

Lahir dari keluarga prasejahtera pada 12 Januari 1994 dan ditelantarkan ayahnya sejak kecil, Rahmat kini menjadi tulang punggung keluarga yang menopang kehidupan ibu dan empat adiknya. Itu semua berkat semangat dan kepiawaiannya dalam menggambar, khususnya membuat desain busana untuk berbagai jenis pakaian.

Keterbatasan fisik sejak lahir tak membuat Rahmat menyerah pada keadaan. Ia menyerap semua pelajaran yang ia peroleh tanpa pernah mengenyam pendidikan formal.

“Saya enggak pernah sekolah sama sekali. SD pun enggak pernah. Saya belajar baca-tulis dari bibi dan paman saya. Mereka yang mengajari saya,” kata pria yang juga bercita-cita menjadi seorang musisi ini.

Rahmat adalah seorang difabel daksa yang gemar menggambar sejak kecil. Hobi itu pada awalnya muncul saat ia melihat bibinya sedang menggambar animasi. Saat itu ia masih berusia 6 tahun. Dari hobinya itu, Rahmat bercita-cita menjadi seorang pelukis.

“Selain jadi pelukis, saya juga bercita-cita jadi produser dan musisi. Saya juga sering bikin lirik lagu. Dulu sempat dibeliin gitar sama paman. Paman saya berpikir saya punya bakat di musik. Tapi karena keadaan saya kayak begini, jadi saya kesulitan untuk pegang alat musik,” katanya.

Jadi Tulang Punggung Keluarga

Seiring berjalannya waktu, Rahmat menyadari bahwa bakat terkuatnya adalah menggambar. Sampai suatu hari, selepas menonton serial drama Korea ‘King Fashion’, ia terilhami untuk membuat desain pakaian, dan sejak saat itu, desain-desain yang ia buat mendapat sambutan hangat dari banyak orang di media sosial.

Rahmat Hidayat sedang menggambar desain pakaian.
Rahmat Hidayat sedang menggambar desain pakaian. | Foto: Dokumen pribadi Rahmat Hidayat

Pada tahun 2018, bakat Rahmat dalam mendesain busana mempertemukannya dengan desainer ternama seperti Eko Tjandra dan Anne Avantie. Bakat itu pula yang memberinya kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Islamic Fashion Institute (IFI) sehingga ia kini lebih profesional dalam merancang busana.

“Lama-kelamaan saya nyaman mendesain pakaian. Dari titik itu saya yakin bakat saya di desain,” ujarnya.

Rahmat bisa mendesain untuk berbagai jenis pakaian, mulai dari kaus, kemeja, jaket, hingga gaun. Dalam sehari, Rahmat biasanya menggambar 2-3 desain pakaian. Satu desain dihargai Rp150-170 ribu.

“Dulu sebelum mengenal teknik mendesain yang benar, saya bisa membuat 5-6 desain dalam satu hari. Itu saya jual Rp50 ribu,” katanya.

Dari mendesain pakaian, Rahmat mampu menghidupi ibu dan adik-adiknya. Salah satu adiknya saat ini masih berusia 7 tahun. Tak hanya itu, Rahmat juga membantu ibunya dalam urusan-urusan domestik seperti mencuci piring, memasak, dan mengepel lantai.

Rahmat Hidayat sedang menggambar desain pakaian.
Rahmat Hidayat sedang menggambar desain pakaian. | Foto: Dokumen pribadi Rahmat Hidayat

“Alhamdulillah, dari mendesain ini rumah saya sekarang sudah lebih layak. Saya bisa menghidupi keluarga saya, kebetulan saya tulang punggung keluarga,” katanya.

Ingin Membantu Kelompok Difabel

Meski telah mampu menghidupi keluarganya, Rahmat merasa dirinya belum melakukan apa-apa dalam hidupnya. Ia ingin suatu hari bisa membantu kelompok difabel dengan kemampuan yang ia miliki.

“Saya ingin sukses, dalam arti kaya. Ya, saya ingin jadi orang kaya. Saya pengin mengangkat harkat dan derajat orang tua saya. Saya pengin membantu banyak orang, membuka usaha untuk orang-orang dengan disabilitas. Saya tahu seorang difabel itu kayak gimana hidupnya. Kadang orang menganggap kita rendah. Anggapan kayak ‘difabel tidak mungkin dapat kerja, dapat penghasilan’ itu masih banyak, masih sering saya dengar. Difabel dianggap cuma bisa minta-minta. Saya ingin menghilangkan anggapan seperti itu,” tuturnya mengakhiri.

Rahmat Hidayat bisa dihubungi melalui akun Instagram @rahmathidayat4259.

Editor: Marlis Afridah

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Demokrasi yang Cacat di Indonesia: Kebebasan Berpendapat di Bawah Ancaman Kekerasan Aparat
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ketimpangan, Pengangguran, hingga Korupsi yang Merajalela: 6 Isu Sosial yang Mendesak untuk Diatasi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Dunia yang Kian Gemerlap dan Kelap-kelip Kunang-Kunang yang Kian Lenyap
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Peta Jalan Dekarbonisasi Industri untuk Tekan Emisi di Subsektor Intensif-Energi

Continue Reading

Sebelumnya: Berakhirnya Era Keemasan Beras Indonesia
Berikutnya: Aipda Purnomo, Polisi yang Merawat ODGJ dengan Kasih Sayang

Lihat Konten GNA Lainnya

tangan memegang korek dengan latar belakang batu bara dan uang Menakar Dampak Pendanaan Danantara untuk Proyek Hilirisasi Batubara dan DME
  • Opini
  • Unggulan

Menakar Dampak Pendanaan Danantara untuk Proyek Hilirisasi Batubara dan DME

Oleh Firdaus Cahyadi
15 April 2025
perahu kertas di atas air malam hari Mendorong Perlindungan Hukum bagi Pengungsi Iklim dengan Nepal sebagai Katalisator
  • Opini
  • Unggulan

Mendorong Perlindungan Hukum bagi Pengungsi Iklim dengan Nepal sebagai Katalisator

Oleh Alexandria Virginski
3 April 2025
figur meleleh Pentingnya Perubahan Paradigma dalam Penanganan Panas Ekstrem
  • Opini
  • Unggulan

Pentingnya Perubahan Paradigma dalam Penanganan Panas Ekstrem

Oleh Sanjay Srivastava dan Jayaraj Balakrishnan
26 Maret 2025
ilustrasi ponsel mengeluarkan polusi Polusi Digital dan Jejak Gelap Dunia Maya
  • Opini
  • Unggulan

Polusi Digital dan Jejak Gelap Dunia Maya

Oleh Tian Rahmat
14 Maret 2025
3 perempuan berdiri bersama memegang bumi yang asri Krisis Lingkungan Butuh Peran Perempuan yang Lebih Bermakna
  • Opini
  • Unggulan

Krisis Lingkungan Butuh Peran Perempuan yang Lebih Bermakna

Oleh Adipatra Kenaro
3 Februari 2025
Kertas bertuliskan 'VOTE' dipaku pada kulit pohon. Mewujudkan Pemilu Hijau di Indonesia
  • Opini
  • Unggulan

Mewujudkan Pemilu Hijau di Indonesia

Oleh Eduardo Ramda
21 Januari 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia