CropLife Dorong Pertanian Berkelanjutan dengan Adopsi Teknologi Modern
Pertanian merupakan tonggak kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Pertanian menopang sistem ketahanan pangan dan memengaruhi kondisi ekonomi nasional. Jika pertanian terganggu, ketahanan pangan dan perekonomian pun akan ikut terganggu.
Di tengah perubahan iklim dan pembangunan masif, pertanian menghadapi berbagai ancaman. Banjir, kekeringan, dan degradasi dan penyusutan lahan adalah beberapa persoalan yang sering melanda petani. Karenanya, pertanian membutuhkan sistem pendukung yang kuat. Terkait hal ini, CropLife mendorong pertanian berkelanjutan di Indonesia melalui adopsi teknologi pertanian modern.
Mempromosikan Adopsi Teknologi Pertanian
Adopsi teknologi modern bukan hanya penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga dapat menjadi solusi untuk memperkuat ekonomi nasional. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan di sektor pertanian, termasuk pemerintah, industri, serta asosiasi pertanian, perlu mempromosikan adopsi teknologi pertanian modern dan memfasilitasi akses ke teknologi bagi petani di seluruh Indonesia.
“Adopsi teknologi pertanian modern menjadi semakin penting mengingat Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian yang masih menjadi tulang punggung ekonomi,” ujar Agung Kurniawan, Executive Director CropLife Indonesia dalam Annual General Meeting (AGM) CropLife 2023.
CropLife berkomitmen untuk mendukung program-program pemerintah dalam sektor pertanian dengan membangun wadah yang memungkinkan petani untuk mendapatkan informasi dan pengalaman dalam menggunakan teknologi modern seperti penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan pemanfaatan bioteknologi. Asosiasi nirlaba ini juga melakukan pertukaran informasi berbasis keilmuan dan pengembangan riset di skala industri, yang memungkinkan para petani untuk menerapkan pertanian yang berkelanjutan dan modern.
Potensi Bioteknologi
Ketika berbicara soal teknologi modern dalam sektor pertanian, satu hal yang mungkin akan terlintas di kepala adalah bioteknologi. Lalu, satu pertanyaan muncul: Dapatkah bioteknologi mengatasi tantangan krisis pangan? Jawabannya: sangat memungkinkan. Namun, hingga saat ini, sebagian masyarakat masih sulit menerima dan menerapkan bioteknologi di dalam pertanian.
“Kalau kita bicara tentang bioteknologi, jangan langsung diartikan sebagai GMO (Genetically Modified Organism) atau Produk Rekayasa Genetik (PRG). Spektrum bioteknologi ini begitu luas. Ada genom editing dan seterusnya,” kata Ketua Komisi Keamanan Hayati Bambang Prasetya, salah satu pembicara dalam AGM CropLife 2023.
“Peluang bioteknologi untuk mengatasi krisis pangan ini besar. Bagaimana caranya? Harus ada bioethics (bioetika), biosafety regulation (regulasi keamanan hayati), dan conformity assessment (penilaian kesesuaian). Tiga komponen ini merupakan wadah untuk menjamin bahwa bioteknologi itu aman,” lanjut Bambang.
Sejauh ini, bioteknologi dalam pertanian telah memberikan banyak manfaat, baik dari aspek sosial-ekonomi maupun aspek lingkungan. Dari aspek lingkungan, bioteknologi memberi manfaat berupa pengurangan emisi karbon dioksida, pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, hingga pemulihan kesuburan tanah (mikrobiologi, fisik, dan hara). Sedangkan dari aspek sosial-ekonomi, bioteknologi dapat menurunkan risiko gagal panen, memperbaiki mutu hasil pertanian (nutrisi), dan menciptakan peluang penelitian dan inovasi.
“Untuk menggaet peluang dari bioteknologi dan menyelesaikan masalah yang ada, maka kita harus bersinergi. Antara pemerintah, pelaku usaha, dan Komisi Keamanan Hayati juga, semua bersinergi. Sampaikan bahwa bioteknologi itu aman, dan itu akan dijawab by process,” imbuh Bambang.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.