Ruhana Kuddus: Pahlawan yang Memperjuangkan Emansipasi Perempuan Lewat Jurnalisme dan Pendidikan
Dalam sejarah peradaban manusia di berbagai belahan dunia, perempuan merupakan kelompok rentan yang kerap termarjinalkan. Konstruksi budaya yang patriarkis membuat perempuan sulit untuk mendapatkan ruang, akses, dan hak dalam banyak hal, termasuk pendidikan dan menyuarakan gagasan. Perempuan bahkan hanya diperbolehkan untuk mengerjakan urusan-urusan domestik dan tidak boleh tampil di ruang sosial.
Dalam linimasa sejarah yang suram itu, ada sejumlah perempuan tangguh yang mampu mendobrak konstruksi tersebut, termasuk beberapa di antaranya di Indonesia. Dalam keadaan yang sulit dan berbagai keterbatasan, mereka berjuang menegakkan emansipasi perempuan lewat berbagai jalan, dan peran yang mereka tempuh membekas dalam kemajuan peradaban yang kita rasakan hari ini.
Di antara beberapa tokoh perempuan Indonesia yang sudah semestinya kita kenang, Roehana Koeddoes (Ruhana Kuddus) adalah salah satunya. Dia adalah tokoh emansipasi dan perempuan pertama yang menjadi jurnalis dalam sejarah Indonesia. Ruhana membangun sekolah untuk perempuan di Koto Gadang, Sumatera Barat, bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS). Selain itu, dia juga mendirikan surat kabar Soenting Melajoe sebagai wadah bagi kaum perempuan untuk menuangkan pemikiran.
Mengajar Sejak Kecil
Ruhana Kuddus lahir pada tanggal 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dari pasangan Muhammad Rasyad Maharadja Soetan dan Kiam. Sejak kecil, meskipun tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah, Ruhana sudah gemar membaca, menulis, dan berketerampilan karena pengaruh pekerjaan ayah dan ibu angkatnya.
Ruhana kecil gemar membaca buku, majalah, dan surat kabar anak-anak dan membagikannya ke orang-orang yang sedang berkumpul. Sejarawan Tamar Djaja menyebut kebiasaan Ruhana itu membuat banyak orang kagum. Pada masa itu, tidak ada satu pun anak perempuan yang pandai membaca dan menulis dalam tiga aksara (Latin, Arab, dan Arab Melayu) kecuali Ruhana. Ruhana juga mulai belajar bahasa Belanda sejak usia 8 tahun.
Kebiasaannya itu mengundang anak-anak seusia Ruhana untuk mendengarkan bacaannya setiap sore. Ruhana lantas berinisiatif untuk mengajari teman-temannya membaca dan menulis. Ia juga mengajarkan berbagai keterampilan, seperti menjahit dan memasak.
“Ruhana melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat tahun. Dalam sejarah pendidikan Indonesia, tidak ada satu pun perempuan berumur 10 tahun di masa itu yang berinisiatif membuka sekolah gratis. Hanya Ruhana satu-satunya,” ujar Djaja.
Mendirikan Sekolah
Saat ibu kandungnya meninggal pada tahun 1887, Ruhana memutuskan kembali ke Koto Gadang, tanah kelahirannya. Di Koto Gadang, Ruhana menemukan banyak perempuan sebayanya yang tidak diizinkan belajar. Keadaan itu mendorongnya untuk membuka sekolah gratis.
Menurut sejarawan Fitriyanti Dahlia dalam buku ‘Roehana Koeddoes: Perempuan Menguak Dunia’, Ruhana saat itu membuka sekolah gratis untuk mengajarkan perempuan membaca dan mengaji. Inisiatif Ruhana itu rupanya sampai ke telinga Ratna Puti, istri seorang jaksa karena banyaknya perempuan yang datang ke sekolah gratisnya. Dari situ, pada tanggal 11 Februari 1911, Ratna dan Ruhana mendirikan perkumpulan Kerajinan Amai Setia (KAS) untuk mengangkat derajat perempuan Melayu Minangkabau.
Ruhana mengajar berbagai hal, seperti membaca dan menulis, berhitung, ilmu rumah tangga, ilmu agama, serta keterampilan menjahit, menyulam, dan memasak. Dalam perjalanannya, KAS berkembang dari institusi pendidikan dan keterampilan menjadi unit usaha ekonomi perempuan pertama di Minangkabau yang menjual berbagai hasil kerajinan tangan masyarakat Koto Gadang.
“KAS berhasil menjadi institusi pendidikan perempuan yang mengubah pola pikir sekaligus citra perempuan, dari yang termarjinalkan menjadi penggerak sosial,” tulis Fitriyanti.
Menempuh Jalur Jurnalisme
Tekad Ruhana untuk mengangkat derajat dan martabat perempuan sudah muncul sejak ia kecil. Dengan kecerdasan dan kelihaiannya dalam membaca dan menulis, Ruhana memilih menempuh jurnalisme sebagai jalan perjuangannya. Ia mula-mula menulis di surat kabar Poetri Hindia, koran perempuan pertama di Batavia.
Namun, koran itu kemudian dibredel oleh pemerintah kolonial. Tapi Ruhana tak berhenti begitu saja. Kepada suaminya, Abdul Kudus, ia menyampaikan bahwa sekolah yang ia dirikan tidak akan cukup berpengaruh untuk mengubah nasib perempuan dalam jangkauan yang lebih luas.
“Kalaupun hanya mengajar, yang bertambah pintar hanya murid-murid saya saja. Saya ingin sekali berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan kaum perempuan di daerah lain sehingga bisa membantu lebih banyak lagi,” kata Ruhana kepada suaminya, seperti tercatat dalam buku Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama Indonesia.
Setelah berdiskusi dengan suaminya, Ruhana menyurati pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe, Datuk Sutan Maharadja. Dalam suratnya, ia meminta agar diberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan pemikiran. Mendapat surat itu, Maharadja tersentuh dan mendatangi Ruhana di Koto Gadang.
Dari pertemuan itu, muncul ide untuk menerbitkan surat kabar khusus perempuan, yang di kemudian hari diberi nama Soenting Melajoe yang terbit mingguan. Lewat Soenting Melajoe, Ruhana mengajak murid-muridnya di KAS untuk ikut menyumbangkan pemikiran lewat tulisan.
Pada 1920, ketika pindah ke Medan, Ruhana memimpin redaksi surat kabar Perempoean Bergerak bersama Satiman Parada Harahap. Setelah kembali ke kampung asalnya, Ruhana menjadi redaktur surat kabar Radio.
Gelar Pahlawan Nasional
Ruhana meninggal dunia pada 17 Agustus 1972 di Jakarta. Jasadnya dipusarakan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak. Pada 8 November 2019, Ruhana ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan keputusan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Jasa dan pergerakan Ruhana memberi teladan sekaligus dampak nyata bagi perkembangan gerakan emansipasi perempuan hari ini. Lewat tulisan-tulisannya, Ruhana membakar semangat para perempuan untuk lebih kuat dan maju.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.