SEAblings dan Gerakan Solidaritas Akar Rumput di Tengah Berbagai Krisis

Ilustrasi: Irhan Prabasukma.
Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada semangat kolaborasi dan prinsip tidak meninggalkan seorang pun di belakang. Dalam setiap kesusahan, ada momen untuk bergandengan tangan dan menciptakan dampak positif. Misalnya, di tengah ketidakstabilan ekonomi, kekacauan politik, dan degradasi lingkungan yang merajalela, masyarakat Asia Tenggara bergerak untuk saling membantu melalui gerakan akar rumput berbasis digital yang organik. Dari sini, muncul gerakan SEAblings yang menunjukkan solidaritas lintas batas di Asia Tenggara.
Terpisah Jarak, Namun Tetap Bersaudara
Kita sedang hidup di masa-masa penuh krisis. Biaya hidup yang terus meroket, membuat orang-orang kesulitan memenuhi berbagai kebutuhan, termasuk kebutuhan-kebutuhan yang paling dasar. Laporan FAO mencatat bahwa 139 negara mengalami inflasi harga pangan lebih dari 25% antara tahun 2020 hingga 2025, yang semakin memperparah kerawanan pangan global. Pada saat yang sama, biaya perumahan juga meningkat, sementara pengangguran terus meluas. Selain itu, dampak krisis iklim telah dan akan terus menambah tantangan ini.
Berbagai masalah yang kompleks ini membutuhkan intervensi sistemik yang inklusif dan efektif. Dalam hal ini, tata kelola pemerintahan yang baik memainkan peran penting dalam merumuskan solusi yang berpusat pada manusia. Namun, jalan menuju ke arah sana dirusak oleh berbagai masalah—salah satunya adalah korupsi.
Korupsi sistemik dapat memicu kesenjangan sosial-ekonomi yang lebih luas, menghambat kemajuan pembangunan berkelanjutan, dan memicu ketidakstabilan politik serta keresahan sosial. Sayangnya, pelanggaran terhadap kepercayaan publik ini terjadi di banyak negara Asia Tenggara.
Di Filipina, kasus korupsi besar-besaran dalam proyek pengendalian banjir sedang diselidiki. Kasus ini melibatkan 545 miliar PHP (lebih dari 9,5 miliar USD), “proyek hantu”, politisi korup, dan kolega-kolega mereka dalam industri konstruksi. Sementara itu, di Malaysia, keputusan pemerintah Malaysia yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa menuai kecaman dari kelompok masyarakat sipil karena proses yang terburu-buru dan kurangnya transparansi, terutama mengingat kasus mega-korupsi 1MDB sebelumnya.
Di Indonesia sendiri, keadaannya parah. Korupsi terus merajalela, demokrasi yang cacat, pengangguran massal, meroketnya biaya hidup, dan jurang ketimpangan yang semakin lebar telah mencoreng kehidupan bernegara. Frustrasi yang menumpuk ini menemui puncaknya pada Agustus 2025, ketika gelombang protes besar-besaran meletus menyusul kenaikan tunjangan perumahan bagi anggota DPR. Tunjangan tersebut akan membuat total pendapatan bulanan mereka menjadi lebih dari 20 kali upah minimum Jakarta. Protes tersebut diwarnai oleh kekerasan aparat negara dan kebrutalan polisi, dengan setidaknya 10 orang tewas dan 3.337 orang ditangkap di 20 kota. Penindasan terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi ini mendorong OHCHR untuk menyerukan dialog guna mengatasi masalah yang ada.
Gerakan SEAblings
Di tengah kehidupan yang suram, harapan muncul dalam bentuk komunitas. Tewasnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online (ojol) muda yang ditabrak dan dilindas kendaraan taktis polisi dalam aksi protes di Jakarta pada 28 Agustus 2025, memicu gelombang aksi dari warga Asia Tenggara.
Pada 30 Agustus, @sighyam mengunggah postingan di X/Twitter tentang bagaimana sesama warga Asia Tenggara dapat mendukung driver ojol di Indonesia. Singkatnya, orang-orang memesan makanan, minuman, dan kotak P3K dari restoran dan apotek lokal di Indonesia melalui aplikasi pengiriman. Mereka menyelesaikan pembayaran dari jarak jauh menggunakan kartu atau dompet digital. Kemudian, mereka meminta para driver ojol untuk membagikan barang pesanan mereka kepada driver lain, demonstran, atau keluarga mereka.
Aksi yang berawal dari satu unggahan di media sosial itu kemudian berkembang menjadi gerakan akar rumput organik yang masif. Orang-orang dari seluruh kawasan Asia Tenggara terus membagikan tangkapan layar pesanan mereka, mengajak orang lain untuk melakukan aksi yang sama.
Dari sini, lahirlah ‘SEAblings’ yang merepresentasikan dinamika dan solidaritas di antara masyarakat Asia Tenggara. Berbagi makanan merupakan bagian penting dari budaya yang dianut bersama dalam SEAblings. Inisiatif ini akhirnya menarik perhatian internasional, dengan orang-orang dari luar Asia Tenggara juga turut berpartisipasi.
Dampaknya nyata. Gerakan ini memberi dukungan bagi para driver atau kurir selama masa protes, saat mereka mengalami kesulitan karena jumlah pesanan yang anjlok akibat penutupan sekolah dan kebijakan bekerja dari rumah (WFH). Terlebih lagi, mereka adalah pekerja gig yang masih belum memiliki mekanisme perlindungan sosial yang komprehensif.
Solidaritas untuk Kemajuan
Inisiatif akar rumput dan yang dipimpin oleh komunitas seringkali muncul tanpa tata kelola yang baik. Dukungan sederhana, organik, namun berdampak dari SEAblings dan di luar itu merupakan secercah harapan yang kita butuhkan di masa-masa sulit ini. Gerakan ini mengingatkan kita akan pentingnya komunitas dan apa yang dapat dilakukan bersama oleh masyarakat. Lebih dari sekadar memberi, gerakan ini adalah tentang solidaritas, bukan amal.
Bentuk solidaritas dan dukungan ini dipermudah oleh internet. Orang-orang—terutama kaum muda—telah memanfaatkan ruang media sosial untuk meningkatkan kesadaran dan menyerukan tindakan atas isu-isu penting. Namun, saat terlibat dalam gerakan berbasis digital, penting untuk menyadari tantangannya. Terlepas dari kesan keberagaman dan aksesibilitas, ranah digital masih berpotensi mereproduksi ketimpangan sosial.
Meskipun semakin banyak orang yang menggunakan internet akhir-akhir ini, kesenjangan digital tetap ada. Sepertiga penduduk dunia masih offline, dengan minimnya kemajuan yang signifikan dalam kesenjangan perkotaan-pedesaan dan keterjangkauan. Selain itu, faktor-faktor seperti gender, etnis, usia, tingkat pendidikan, serta latar belakang dan status sosial ekonomi juga mempengaruhi bagaimana orang menggunakan dan diterima di internet.
Saat perjuangan untuk keadilan dan hak asasi manusia terus berlanjut dalam SEAblings dan di luar itu, akan ada lebih banyak kesempatan untuk saling mendukung dalam solidaritas. Semoga rasa tanggung jawab kolektif terhadap satu sama lain akan terus menyebar, termasuk di antara penyelenggara negara dan para penguasa.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan Anda